TUGAS KELOMPOK
“ INTEGRASI NASIONAL”
KELOMPOK VI
WIDYAWAN SETIADI 1196140011
HASANUDDIN 1196140036
WAHYUNI 1196140026
NURUL FATIA KURNIASI 1196140091
KURNIA TAHIR 1196140093
WIDYA ZULFIANI 1196140070
EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Dewasa
ini, pengetahuan kita mengenal
kebudayaan Indonesia sangatlah kurang, anak muda zaman sekarang lebih megetahui
tentang moderanisasi ketimbang tradisional. Pengaruh kebudayaan luar
menyebabkan kurangnya pengetahuan kita mengenai proses kebudayaan tentang ada
di Indonesia. Kurangnya pengetahuan akan hak dan kewajiban kita sebagai warga
Negara menimbulkan hilangnya rasa persatuan kita baik terhadap sesama maupun
Negara. Masing-masing Individu lebih mementingkan kepentingannya sendiri, tanpa
ada rasa peduli terhadap sesamanya.
Sebagai
warga Negara Indonesia yang baik, haruslah memiliki rasa Integrasi nasional.
Yaitu suatu sikaf kepedulian terhadap sesama serta memiliki rasa persatuan yang
tinggi, baik terhadap Bangsa Negara, Agama serta Keluarga.
Dalam
makalah ini, kami ingin menjelaskan tantang makna Integrasi Nasional, serta
penyebab terjadinya integrasi nasional dan upaya yang harus dilakukan dalam
integrasi nasional.
B. Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang yang telah ada, maka rumusan permasalahatan yang terkait dengan
Integrasi Nasional diantaranya :
1. Definisi Integrasi Nasional menurut bahasa?
2. Bagaimana Gambaran realitas Indonesia yang
plural dan multikultural?
3. Faktor apa saja yang mendorong Integrasi?
4. Faktor apa saja yang dapat menghambat
integrasi?
5. Upaya apa yang harus dilakukan dalam
membangun integrasi?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan
penulisan makalah ini yang sesuai dari rumusan masalah diatas,yaitu:
- Untuk mengetahui pengertian integrasi.
- Untuk mengetahui gambaran realitas Indonesia yang plural dan multicultural.
- Untuk mengetahui factor-faktor pendorong integrasi.
- Untuk mengetahui factor-faktor yang bisa mengancam integrasi.
- Untuk mengetahui upaya yang harus dilakukan dalam membangun integrasi.
D. Manfaat
Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini
diantaranya :
1. Memperluas cakrawala berfikir kita
mengenai masalah-masalah yang ada
di Indonesia.
2. Sebagai media informasi dalam dunia
pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Integrasi Nasional
Istilah Integrasi Nasional berasal
dari dua kata yakni Integrasi dan Nasional. Menurut istilah Integrasi mempunyai
arti sebagai pembaruan atau penyatuan,
sehingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat.
Menurut istilah
Nasional mempunyai arti sebagai kebangsaan. Yang meliputi suatu bangsa seperti
ciri-ciri nasional, tarian tradisional, perusahaan nasional. Sehubungan dengan
penjelasan kedua istilah diatas, maka integrasi nasional identik dengan
integrasi bangsa yang mempunyai pengertian suatu proses penyatuan atau
pembaruan berbagai aspek sosial budaya ke dalam suatu wilayah dan pembentukan
identitas nasional atau bangsa. Yang harus dapat menjamin terwujudnya
keselarasan dan keseimbangan dalam menapai tujuan bersama sebagai suatu bangsa.
Integrasi nasional
sebagai suatu konsep dalam ikatan dengan
wawasan kebangsaan dalam Negara Kesatuan Indonesia yang berlandaskan pada
aliran pemikiran atau paham integralistik yang berhubungan dengan paham
idealisme untuk mengenal dan memahami sesuatu yang harus dicari kaitannya.
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, integrasi nasional mempunyai arti dua macam, yaitu:
1. Secara politis, integrasi nasional adalah
proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial ke dalam kesatuan wilayah
nasional yang membentuk suatu identitas nasional.
2. Secara antropologis, integrasi nasional adalah
proses penyesuaian di antara unsur-unsur kebudayaan yang berbeda,
sehingga mencapai suatu keserasian
fungsi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Perwujudan
integrasi nasional masyarakat dan budaya bangsa Indonesia yang heterogen (
beraneka macam ) itu diungkapkan dalam semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang
artinya berbeda-beda suku bangsa, agama, budaya daerah, tetapi tetap satu
bangsa.
Istilah Bhinneka
Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh seorang Empu terkenal di Kerajaan
Majapahit, yaitu Empu Tantular, dalam kitab Sutasoma.
Di Indonesia istilah integrasi masih sering disamakan
dengan istilah pembauran atau asimilasi, padahal kedua istilah tersebut
memiliki perbedaan. Integrasi diartikan dengan integrasi kebudayaan, integrasi
social, dan pluralisme social. Sementara pembauran dapat berarti penyesuaian
antar dua atau lebih kebudayaan mengenai beberapa unsur kebudayaan (culutural
traits) mereka yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi
suatu sistem kebudayaan yang selaras (harmonis).
Dengan demikian
Integrasi nasional dapat diartikan penyatuan bagian-bagian yang berbeda
dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh, atau memadukan
masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa
(ICCE,2007). Masalah integrasi nasional di Indonesia sangat
kompleks dan multidimensional. Untuk mewujudkan deperlukan keadilan
kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membedakan ras, suku,
agama, bahasa, gender, dan sebagainya. Sebenarnya upaya membangun keadilan,
kesatuan, dan persatuan bangsa merupakan bagian dari upaya membangun dan
membina stabilitas politik disamping upaya lain seperti banyaknya keterlibatan
pemerintah dalam menentukan komposisi dan mekanisme parlemen.
Dengan demikian
upaya integrasi nasional dengan strategi yang mantap perlu dilakukan terus agar
terwujud integrasi bangsa Indonesia yang diinginkan. Upaya pembangunan dan
pembinaan integrasi nasional ini perlu, karena pada hakikatnya integrasi
nasional tidak lain menunjukkan tingkat kuatnya kesatuan dan persatuan bangsa
yang diinginkan (Mahfud, 1993). Pada akhirnya persatuan dan kesatuan bangsa
inilah yang dapat lebih menjamin terwujudnya negara yang makmur aman dan
tenteram. Jika melihat konflik yang terjadi di Aceh, Ambon, Kalimantan Barat,
dan Papua merupakan cermin dari belum terwujudnya integrasi nasional yang
diharapkan selama ini.
Jika pada masa
Orde Baru, ancaman terbesar bagi integrasi nasional cenderung datang dari
akumulasi kekecewaan daerah terhadap pusat, atau konflik yang bersifat
vertical, maka dewasa ini, kekerasan dan konflik horizontal menjelma menjadi
ancaman serius bagi integrasi nasiona. Kuatnya tradisi dominasi kekuatan
politik otoriter selama 32 tahun sebagai pemaksa utama integrasi nasional
menimbulkan kekhawatiran besar atas kemampuan bangsa ini untuk secara
demokratis mengelola perbedaan dan mengatasi konflik internal.
Untuk keluar dari
berbagai komplikasi permasalahan mengenai konflik dan integrasi nasional, perlu
deteliti sisi lain dari konflik menurut Dahrendorf, yaitu bahwa konflik juga
dilihat sebagai mekanisme alamiah dalam konteks rekonstruksi social untuk
mencari keseimbangan baru dalam masyarakat. Karenanya, jika mengacu kepada sisi
tersebut, analisis terhadap, konflik kekerasaan yang kini terjadi dapat
diarahkan untuk mengidentifikasi unsur-unsur disintegrasi, serta kemudian
menghilangkan unsure-unsur tersebut guna mencapai keseimbangan baru baru.
Unsur-unsur disintegratif yang paling menonjol dewasa ini seperti yang telah
diurai diatas adalah menonjolnya sifat ekstrimitas, deficit kepercayaan social
dan ambruknya nilai-nilai kemanusiaan.
Unsur-unsur
disintegratif tersebut hanaya dapat dihilangkan dengan cara melakukan
proses transformasi konflik, yaitu menyalurkan energy negatif kepada
saluran-saluran alternatif yang akan mengelola konflik tersebut. Karenanya,
untuk mengatasi komplikasi antara konflik kekerasan, politik identitas dan
konsolidasi demokrasi, diperlukan komitmen politik dari para elit politik untuk
memulai suatu projek jangka panjang, merumuskan suatu cetak biru mengenai
strategi dan taktik proses nation building untuk membangun kultur baru bangsa
yang mengapresiasi perbedaan sebagai modal social dan mencetak generasi yang
terinspirasi oleh kata-kata bijak dai Voltaire (1694-1778): I datest what
you say but will defend to the death your right to say it.
B. Gambaran
Realitas Indonesia yang Plural dan Multikultural
Manusia hidup
dalam reliatas yang plural, hal yang sama juga pada masyarakat Indonesia yang
majemuk (plural society). Corak
masyarakat Indonesia adalah berBihneka
Tungal Ika, bukan lagi keanekaragaman suku bangsa dan kebudayaannya, melainkan
keanekaragaman kebudayaan yang berada dalam masyarakat Indonesia. Dalam
masyarakat majemuk, seperti Indonesia dilihat memiliki suatu kebudayaan yang
berlaku secara umum dalam masyarakat.
Masyarakat yang
plural merupakan “belati” bermata ganda dimana pluralitas sebagai rahmat dan
sebagai kutukan. Pemahaman pluralitas sebagai rahmat adalah keberanian untuk
memerima perbedaan. Menerima perbedaan bukan hanya dengan kompetensi
ketrampilan, melainkan lebih banyak terkait dengan persepsi dan sikap sesuai
dengan realitas kehidupan yang menyeluruh.
Sedangkan
pluralitas sebagai kutukan akan menimbulkan sikap penafian terhadap yang lain,
baik individu ataupun kelompok, karena dianggap berbeda dengan dirinya, dan
perbedaan dianggap menyimpang atau salah. Penafian terhadap yang lain, pada
hakekatnya adalah pemaksaan keseragaman dan menghilangkan keunikan jati diri
yang lain, baik individu atau komunitas.
Menurut Suparlan
yang mengutip dari Fay, Jary dan J. Jary dalam acuan utama masyarakat
yang multikultural adalah multikulturalisme, yakni sebuah ideologi yang
mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesedrajatan baik secara
individu ataupun secara kebudayaan.
Multikulturalisme
secara etimologis marak digunakan pada tahun 1950 di Kanada. Menurut longer
oxford directionary istilah “multiculturalme”
merupakan deviasi kata multicultural
kamus ini meyetir dari surat kabar di Kanada, Montreal times yang
menggambarkan masyarakat Montreal sebagai masyarakat multicultural dan
multilingual.
Multikulturalisme
ternyata bukanlah pengertian yang mudah. Dimana mengandung dua pengertian yang
kompleks, nyaitu “multi” yang
berarti plural dan “kulturalisme”
berisi tentang kultur atau budaya. Istilah plural mengandung arti
yang berjenis-jenis, karena pluralisme bukan sekedar pengakuan akan adanya hal
yang berjenis-jenis tetapi pengakuan tersebut memiliki implikasi politis,
sosial, ekonomi dan budaya. Dalam pengertian tentang multikulturalisme memiliki
dua ciri utama yakni :
1. kebutuhan terhadap pengakuan (the need of recognition).
2. legitimasi
keanekaragaman budaya atau pluralisme budaya.
Masyarakat
yang adil bukanlah hanya menjamin the
greatest good for the greates number yang terkenal dengan prinsip
demokrasi. Filsafat Rawls menekankan arti pada self interest dan aspirasi pengenal dari
seseorang.
Manusia dilahirkan
tanpa mengetahui akan sifat-sifatnya, posisi sosialnya, dan keyakinan moralnya,
maka manusia tidak mengetahui posisi memaksimalkan kemampuannya. Maka Rawls
mengemukakan dua prinsip yakni :
1. Setiap
manusia harus memiliki maksimum kebebasan individual dibandingkan orang lain.
2. Setiap
ketidaksamaan ekonomi haruslah memberikan keuntungan kemungkinan bagi yang
tidak memperoleh keberuntungan.
Menurutnya institusional
yang menjamin kedua prinsip tersebut adalah demokrasi konstitusional.
Azyumardi Azra
mengatakan, bahwa konsep kerangka masyarakat multikultural dan multi
kulturalisme secara subtantif tidaklah terlalu baru di Indonesia dikarenakan
jejaknya dapat ditemukan di Indonesia, dengan prinsip negara ber-Bhenika
Tunggal Ika, yang mencerminkan bahwa Indonesia adalah masyarakat multikultural
tetapi masih terintregrasi ke-ikaan dan persatuan.
Walaupun
multikulturalisme telah digunakan oleh para pendiri bangsa dalam rangka
mendisein kebudayaan bangsa Indonesia, tetapi bagi orang Indonesia
multikulturalisme adalah konsep yang asing. Konsep multikulturalisme
tidaklah sama dengan konsep keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan
suku bangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena konsep multikulturalisme
menekankan keanekaragaman dan kesederajatan. Multikulturalisme harus mau
mengulas berbagai permasalahan yang mengandung ideologi, politik, demokrasi,
penegakan hukum, keadialan, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya
komuniti golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral dan peningkatan
mutu produktivitas.
Multikulturalisme
bukanlah sebuah wacana, melainkan sebuah ideologi yang harus diperjuangkan
karena dibutuhkan sebagai etika tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan
hidup masyarakat. multikulturalisme sebagai ideologi tidaklah berdiri sendiri
terpisah dari ideologi-ideologi lainnya. Multikulturalisme memerlukan konsep
bangunan untuk dijadikan acuan guna memahami mengembangluaskannya dalam
kehidupan bermasyarakat. Dalam memahami multiklturalisme, diperlukan landasan
pengetahuan berupa konsep-konsep yang relevan dan mendukung serta
keberadaan berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan.
Akar dari
multikulturalisme adalah kebudayaan. Kebudayaan yang dimasudkan disini adalah
konsep kebudayaan yang tidak terjadi pertentangan oleh para ahli, dikarenakan
multikulturalisme merupakan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat
manusia dan kemanusiaannya. Oleh karena itu kebudayaan harus dulihat dari
perfektif fungsinya bagi manusia.
C. Faktor-Faktor
pendorong Integrasi
Adapun faktor-faktor pendorong
integrasi nasional sebagai berikut:
a. Faktor
sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.
b. Keinginan untuk
bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
c. Rasa
cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut,
menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
d. Rasa
rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh
banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.
e. Kesepakatan atau konsensus
nasional dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945,
bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia.
f. Adanya simbol kenegaraan dalam
bentuk Garuda Pancasila, dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika.
g. Pengembangan
budaya gotong royong yang merupakan ciri khas kepribadian bangsa Indonesia
secara turun temurun.
D.Faktor-faktor penghambat integrasi
Adapun
factor-factor penghambat integrasi,sebagai berikut:
a. Masyarakat
Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan
dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut,
ras dan sebagainya.
b. Wilayah negara yang begitu
luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas.
c. Besarnya
kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan,
kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
d. Masih besarnya ketimpangan dan
ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai
rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan
Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk
rasa.
e. Adanya paham “etnosentrisme”
di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya
dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
f. Lemahnya
nilai-nilai budaya bangsa akibat kuatnya pengaruh budaya asing yang tidak
sesuai dengan kepribadian bangsa, baik melewati kontak langsung maupun kontak
tidak langsung.
g.Kontak
langsung, antara lain melalui unsur-unsur pariwisata, sedangkan kontak tidak
langsung, antara lain melalui media cetak (majalah, tabloid), atau media
elektronik (televisi, radio, film, internet, telepon seluler yang mempunyai
fitur atau fasilitas lengkap).
E. Upaya
Membangun Integrasi
1. Sebagian besar anggota Masyarakat
bangsa bersepakat tentang batas – batas territorial dari Negara sebagai suatu
kehidupan politik dimana mereka menjadi warganya.
2. Sebagian anggota masyarakat bangsa
bersepakat mengenai struktur pemerintahan dan aturan-aturan dari pada proses
politik yang berlaku bagi seluruh
masyarakat diatas wilayah Negara.
Dengan perkataan
lain, suatu integrasi nasional yang tangguh akan berkembang di atas konsensus nasional
mengenai batas-batas suatu masyarakat tersebut. Dan harus memiliki :
1. Kesadaran dari sejumlah orang bahwa
mereka bersama-sama merupakan warga dari suatu bangsa.
2. konsensus nasional mengenai bagaimana
suatu kehidupan bersama sebagai bangsa harus diwujudkan atau diselenggarakan.
Konsensus nasional
mengenai bagaimana kehidupan bangsa harus diwujudkan atau diselenggarakan untuk sebagian harus kita temukan dalam
proses pertumbuhan pancasila sebagai
dasar falsafah atau ideology Negara. Secara yuridis-formal, pancasila sebagai
dasar falsafah Negara. Pada tingkat yang sangat umum telah diterima sebagai
kesepakatan nasional serta lahir bersamaan dengan kelahiran Negara republic
Indonesia sebagai Negara yang merdeka, bebas dari penjajahan bangsa lain. Di dalam kenyataan, pancasila menjadi akar dalam
sejarah pertumbuhan gerakan nasionalisme.
Bangsa Indonesia
sebetulnya dapat belajar dari pengalaman negara-negara lain dan dari negara
kita sendiri tentang akibat menguatnya primordialisme, sehingga keberadaan dan
penguatan lembaga-lembaga integrative seperti sistem pendidikan nasional, birokrasi
sipil dan militer, partai-partai politik (ideology nasionalisme yang dapat
menjembatani perbedaan etnik yang tajam, Sedangkan partai etnik tidak berhasil)
harus tetap dilaksanakan dengan mengingat bahwa hal ini adalah sebagai
konsekuensi dari masyarakat kita yang majemuk.
Perlunya
lembaga-lembaga pemersatu melalui state building. Adapun uraian secara singkat tentang
lembaga pemersatu yang dimaksud tersebut adalah sebagai berikut :
1. Birokrasi
Sipil dan Militer
Lembaga
integrative yang paling dominant dan paling penting yang mutlak diperlukan
adalah kekuatan militer (TNI), yang jika diperlukan dapat memakai penguasaan
dan monopolinya atas alat-alat kekerasan (alat peralatan perang – alat utama
sistem persenjataan) untuk mempertahankan dan bahkan untuk membangun negara
bangsa. Dalam kerangka pemikiran tradisional bahkan gejala universal kaum
militer di dunia, peranan militer sebagai benteng terakhir (mean of the last
resort) mempertahankan kebutuhan negara bangsa. Hal ini dapat dilihat sikap keras
dari militer terhadap gerakan-gerakan separatis maupun kedaerahan
(primodialisme).
Selain birokrasi
militer, proses state building juga mencakup birokrasi sipil yang mempunyai
tugas utama menarik pajak dan menyediakan bahan Pokok khususnya bahan Makanan
(aparatur pajak sebagai bentuk yang paling tradisional dari demokrasi).
Penyediaan bahan Makanan harus tersedia dengan cukup untuk mencegah terjadinya
“huruhara kelaparan pangan” atau food riots. Indonesia juga pernah mengalami
food riots yang menyebabkan runtuhnya pemerintahan orde baru tahun 1998 akibat
krisis moneter Sejak tahun 1997. Krisis pangan dan moneter juga meruntuhkan
pemerintahan di Muangthai dan Korea Selatan, Sedangkan yang selamat hanya
Malaysia di bawah PM Mahathir Mohammad.
Birokrasi militer
dan sipil di Indonesia sudah berkembang pesat dan mengalami kemajuan baik dari
segi jumlah, kualitas, jenjang pangkat maupun penempatan jabatan eselon
Pimpinan serta sumber etnik rekrutmen. Dari segi etnik, baik TNI maupun Polri
dan PNS baik Pusat maupun daerah sudah meliputi semua etnik group yang ada,
sehingga melambangkan Bhineka Tunggal Ika.
2. Partai
Politik.
Dalam sejarahnya
Partai Politik merupakan alat mobilisasi vertical yang lebih cepat dibandingkan
dengan birokrasi nasional baik birokrasi sipil maupun militer. Dengan sistem
Pemilu di Indonesia sekarang merupakan gabungan dari sistem distrik dan sistem
proposional, sehingga perwakilan daerah dan etnik terwakili. Maka partai
politik mampu menjadi alat integrasi bangsa untuk menekan perlawanan etnik yang
minoritas).
3. Sistem
Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan
nasional menjadi alat integrasi nasional terutama karena sifatnya yang
menciptakan elite nasional yang kohesif. Pendidikan nasional mulai dari SD
sampai Perguruan Tinggi, menjadi alat pemersatu baik melalui kurikulum
nasiional, bahasa pengantar maupun sistem rekrutmen siswa, mahasiswa maupun
tenaga pengajar yang bersifat nasional. Dalam suasana otonomi daerah sekarang
ini diusahakan adanya ujian lokal tetapi yang berstandar nasional, demikian
juga walaupun ada ide untuk menambah muatan kurikulum lokal/kedaerahan, namun
tetap kurikulum inti mengajarkan ilmu sosial dan humaniora yang bersifat
integratif dan nasional.
Sifat integratif
lainnya adalah pemakaian bahasa pengantar yakni bahasa Indonesia sebaga bahasa
nasional disamping penggunaan bahasa lokal/daerah yang diberlakukan untuk
pendidikan tingkat SD/SLTP. Cara ini akan memudahkan integrasi ke dalam sistem
nasional dan sosialisasi yang sama untuk seluruh warga negara.
Sedangkan alat
integrasi yang lain adalah rekrutmen siswa, mahasiswa dan tenaga pengajar yang
bersifat nasional dan multi etnik, sehingga terjadi proses komunikasi,
sosialisasi, asimilasi dan kulturasi dari berbagai etnik di kalangan siswa,
mahasiswa dan tenaga pengajar..
4. Kemajuan
Komunikasi dan Transportasi.
Peranan media masa
nasional seperti koran, majalah, TVRI, RRI cukup penting di Indonesia sebagai
alat integrasi nasional. Banyak koran maupun media masa lainnya yang terbit di
Jakarta tetapi penyebarannya menjangkau sampai ke seluruh kabupaten-kabupaten,
begitu juga koran lokal yang mampu menembus pasar ke daerah lainnya. Alat
komunikasi lainnya adalah telepon, yang mengalami perkembangan pesat sejak
pemerintahan orde baru sampai sekarang.
Perkembangan yang
cepat dalam bidang transportasi mengakibatkan terjadinya mobilitas geografis
penduduk dapat lebih cepat, aman, nyaman, dan murah. Bentuk mobilitas penduduk
dapat transmigrasi, migrasi maupun turisme baik antar daerah, nasional,
regional bahkan global. Meningkatnya kegiatan mobilitas penduduk dan turisme
nasional maupun lokal membawa dampak memperkuat rasa kesatuan dan kebangsaan.
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
1.
Integrasi
nasional adalan suatu konsep dalam ikatan
dengan wawasan kebangsaan
dalam Negara Kesatuan Indonesia yang berkandaskan pada aliran pemikiran atau
paham integralistik yang berhubungan dengan paham idealism untuk mengenal dan
memahami sesuatu yang harus dicari kaitannya.
2. Masyarakat yang plural adalah
“Belati” bermata ganda dimana pluralitas sebagai rahmat dan sebagai kutukan.
3. Multikulturalisme adalah
sebuah ideologiakan yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam
kesedrajatan baik secara individu ataupun secara kebudayaan.
4. Faktor-faktor yang dapat mengancam integrasi Nasional
adalah
Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki
tentag sejarah-sejarah Indonesia.
Hilangnya rasa cinta tanah Air. Tidak ada rasa berkorban terhadap
sesama. Bahkan hilangnya rasa hormat terhadap symbol-simbol Negara (Garuda pancasila)
dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
5. Upaya membanguan integrasi
adalah perlu adanya kesadaran dari setiap masyarakat serta upaya perlunya
kesadaran dari setiap masyarakat akan hak dan kewajibannya sebagai warga.
B. Saran
1. Diharapkan
bagi masyarakat khususnya mahasiswa dapat memahami Integrasi Nasional.
2.
Perlu diadakannya
pembahasan yang lebih lanjut agar informasi yang diperoleh lebih lengkap dan
komprehensif bagi pengembangan ilmu
DAFTAR PUSTAKA
v Mansur, Ahmad. 2006. Pendidikan
Kewarganegaraan. Erlangga : Jakarta.
v http://www.scribd.com/doc/39044693/Pengertian-Integrasi-Nasional ICCE, 2007, Pend.
Kewarganegaraan, Jakarta : ICCE.
v Sumarsono, S. 2008. Pendidikan
Kewarganegaraan. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
[1][2] R. William Liddle, Struktur Masyarakat Indonesia dan Masalah Integrasi, (Jakarta:
Pustaka Belajar, 1994), cet 1, hlm. 81
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.