Kamis, 28 Juni 2012

Kebijakan Ekonomi di Papua Tak Berpihak ke Warga Asli

,



Ilustrasi. (Foto: Corbis)
JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jayapura menilai, Pemerintah Pusat belum menerapkan kebijakan ekonomi di tanah Papua yang berpihak ke warga asli Papua. Akibatnya, warga asli Papua hanya menjadi penonton pembangunan di daerahnya sendiri tanpa bisa ikut menikmati kucuran dana triliunan rupiah dari Pemerintah Pusat.

Dia mengakui, tahun ini total dana dari pusat untuk Provinsi Papua dan Papua Barat sekira Rp30 triliun. Jumlah itu terhitung besar, mengingat total warga Papua hanya sekira dua juta.

"Pusat memberikan dana Rp30 triliun, tapi pusat juga menyertakan pengusaha kakap ke Papua untuk mengerjakan berbagai proyek yang ada di Papua. Kami sebagai pengusaha lokal hanya bisa gigit jari," kata Ketua Kadin Jayapura Henky Joku, dalam sebuah diskusi soal Papua, di Jakarta, Kamis (28/6/2012).

Tak hanya itu saja diskriminasi juga dilakukan perbankan. Dia mengungkapkan, dirinya pernah mengajukan kredit ke salah satu bank nasional di Kota Jayapura, tapi aplikasinya ditolak. Sedangkan temannya sesama pengusaha yang bukan orang Papua asli, kreditnya begitu mudahnya disetujui bank.

"Inilah beberapa diskriminasi yang kami rasakan. Itu baru di bidang ekonomi. Belum soal politik, pendidikan, birokrasi, dan lain-lain," kata Henky.

Kalau persoalan semacam itu tidak segera diselesaikan, kata dia, konflik di Papua tidak akan pernah bisa diselesaikan. Sebab, kata dia, kecemburuan baik ekonomi maupun sosial di tanah Papua sangat terasa.

Hengky mengapresiasi kebijakan Pemerintah Pusat yang menetapkan beberapa lokasi di tanah Papua sebagai kawasan ekonomi khusus. Namun, dia mengingatkan agar pemerintah juga memberdayakan pengusaha lokal.

Sebab apabila ini tidak diperhatikan, program tersebut akan sia-sia belaka. Sebab justru akan mengakibatkan kecemburuan sosial maupun ekonomi. Demikian pula kebijakan otonomi khusus (otsus) yang diterapkan di tanah Papua ternyata belum mampu membuat masyarakat Papua sejahtera.

"Selain keberpihakan terhadap warga asli Papua, pemerintah juga harus memberikan pendidikan yang layak kepada masyarakat Papua, sehingga mereka bisa menjadi dokter, teknisi atau pilot," katanya.

Di tempat yang sama, Ketua Kaukus Papua DPR Paskalis Kossay mengatakan Pemerintah Pusat belum menyentuh akar masalah persoalan Papua, sehingga menyebabkan kasus kekerasan seringkali terjadi di Papua.

"Tidak ada kemauan yang kuat dan keberanian dari pemerintah untuk mencoba membedah apa yang sesungguhnya terjadi hingga konflik dan kekerasan masih terus berlangsung," ujar Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini.

Ia menjelaskan, konflik di Papua sudah terjadi sejak 1828, di masa penjajahan Belanda yang ketika itu hak-hak warga Papua ditindas, sehingga ada reaksi dari warga Papua. Kemudian, muncul pemahaman dari warga Papua tentang ideologis nasionalis Papua.

"Pemahaman tersebut terus muncul dan berkembang ketika kekerasan terjadi di Papua. Bahkan, benih-benih nasionalis Papua terus berkembang hingga saat ini. Akar masalahnya ada di persoalan ideologis. Bukan persoalan banyak uang atau makan dan minum," katanya.

Terkait kebijakan otonomi khusus yang dikeluarkan oleh pemerintah, lanjut Paskalis, bila dilaksanakan dengan baik dan ada hasil yang bisa dicapai, maka persoalan sentimental warga Papua bisa dieliminasi.

Kalau tidak, maka kekerasan akan terus berlangsung dan perasaan nasionalis warga Papua akan meningkat. Mereka akan merasa bukan warga Indonesia dan pada akhirnya akan mengambil kesimpulan sendiri-sendiri. "Perasaan ini akan terus menular, bila pemerintah belum menyentuh akar masalahnya," paparnya.

Menurut dia, pendekatan yang tepat untuk menyelesaikan persoalan Papua dengan cara dialog antara Pemerintah Pusat dengan warga/tokoh Papua. Namun, hingga saat ini pemerintah masih terkesan tutup pintu.

Ruben Marey dari Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, mengatakan, Pemerintah Pusat sebenarnya telah banyak memberikan segala sesuatu yang banyak kepada Papua. Bahkan jika dibandingkan dengan daerah lain, lebih banyak Papua. Seharusnya dengan pemberian itu tidak ada lagi warga Papua yang 'teriak-teriak', terlebih Pemerintah Pusat telah mengeluarkan kebijakan tentang otsus Papua.

"Persoalan yang ada saat ini adalah kepemimpinan di daerah, di mana ada ketidakmampuan dalam pengelolaan dan manajemen pemerintah daerah. Kalau saja, Gubernur atau Bupati yang ada di Papua bisa menyelesaikan persoalan Papua, maka konflik dan kekerasan Papua bisa diredam," katanya Ruben yang juga merupakan putra asli Papua ini.

Ketua Forum Pegawai Negeri Sipil (PNS) Papua itu mengatakan, standar kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat tidak dijalankan dengan baik oleh Pemda. "Ini ada kesan, ada orang yang bermain di Papua," ujarnya.

Ia mempertanyakan, mengapa dana yang digelontorkan oleh Pemerintah Pusat mencapai triliunan rupiah, namun tidak bisa menyejahterakan warga Papua. "Ada apa ini? Penegak hukum harus mengusut penggunaan alokasi dana otsus ini. Selama ini tidak pernah ada evaluasi tentang penggunaan dana otsus tersebut," kata Ruben. (Sudarsono/Koran SI/wdi)

SUMBER : okezone.com

0 comments to “Kebijakan Ekonomi di Papua Tak Berpihak ke Warga Asli”

Posting Komentar

 

Inspirasi Pengusaha Muda Copyright © 2011 | Template design by O Pregador | Powered by Junnaedy Muis