Tugas : Kelompok
Makalah : Sosiologi dan politik ekonomi
Oleh
Kelompok I
Asrul Yudhir 1196140054
A.Rosnita 1196140055
Nur Fitri arifin 1196140041
Rendi 1196140095
Michael Sony 1196140040
Ekonomi pembangunan
Universitas negeri Makassar
2012
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Syukur Alhamdulillah, senantiasa penulis
panjatkan kehadiran Allah SWT, atas segala taufik, hidayah dan inayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tujuan makalah ini adalah
untuk memenuhi syarat dalam memperoleh nilai terbaik pada Fakultas Ekonomi, Program Studi Ekonomi
Pembangunan Universitas Negeri Makassar.
Dalam penulisan makalah ini penulis telah
berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan hasil yang terbaik. Namun demikian
penulis juga mempunyai keterbatasn kemampuan dalam penulisan makalah ini. Oleh
karena itu penulis menyadari tanpa adanya bimbingan, dukungan dan bantuan baik
secara moril maupun materiil dari berbagai pihak, maka makalah ini dapat
terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan
ucapan terimakasih kepada. Pihak – pihak yang belum penulis sebutkan yang turut
membantu baik dengan moril maupun materiil sehingga makalah ini dapat
terselesaikan terima kasih atas kebaikan
dan perhatian yang kalian berikan.
Penulis menyadari
betul sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari sempurna, maka saran dan kritik
yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan di masa mendatang.
Wassalamualaikum Wr, Wb.
Makassar, Mei 2012
Penulis
Bab I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Partai
politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropha Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat
merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta keikutsertaan dalam proses
politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara
rakyat disatu fihak dan pemerintah difihak lain. Partai politik umumnya
dianggap sebagai manifestasi dari suatu
sitem politik yang sudah modern atau yang sedang dalam proses memodernisasikan
diri.
Maka
dari itu, dewasa ini negara-negara baru
pun partai sudah menjadi lembaga politik
yang biasa dijumpai. Dinegara-negara yang menganut faham demokrasi, gagasan
mengenai partisipasi rakyat mempunyai dasar idiologis bahwa rakyat berhak untuk
menentukan siapa-siapa yang akan menjadi pemimpin yang nantinya menentukan kebijaksanaan umum
(public policy). Dinegara –negara totaliter gagasan mengenai partisipasi rakyat
didasari pada pandangan elite politiknya bahwa rakyat perlu dibimbing dan
dibina untuk mencapai stabilitas yang langgeng. Untuk mencapai tujuan itu,
partai politik merupakan alat yang baik.
Politik
adalah sebuah system yang terdiri dari seperangkat unsur/elemen/komponen maupun
sub system yang saling interrelasi, interaksi, interdependensi sehingga
merupakan suatu totalitas, entitas yang utuh, terpadu dan mempunyai fungsi
maupun output tertentu. Semua itu tentunya memiliki tujuan akhir dengan jalan
internal maupun eksternal. Tujuan akhir
dalam pencapaian politik juga sangat ditentukan oleh sistem politik itu sendiri.
System
tidak bisa dilepaskan dari pendefinisiannya secara subjektif atau objektif,
sebagai ilustrasi pendefinisian terhadap sebuah keluarga terdiri dari bapak,
ibu dan anak, sementara ada yang mendefinisikan bahwa keluarga dapat berdiri
sendiri tanpa lkehadiran seorang ayah atau ibu, hal itu bisa saja dilakukan
dengan bayi tabung. Definisi lain mnegatakan bahwa seorang guru mendefinisikan
pekerjaannya lah yang lebih penting dibandingkan dengan pekerjaan yang lainnya.
Dia beranggapan bahwa siapapun tidak akan pintar tanpa bantuannya, intinya
setiap peran didefinisikan oleh pelakunya – demikian halnya pendefinisian dalam
politik.
Politik
sebagai suatu sistem memiliki pengertian dan batasan-batasan, batasan yang kita
kenal tersebut diantaranya dikemukakan oleh David Eston yang terdiri dari tiga komponen yaitu : (1)
The political system allocates value ( by means of politics) ; (2)
its allocation are authoritative; and (3) its authoritative allocation
are binding on the society as a whole. Pengertian atau batasan yang dikemukakan oleh
David Eston diatas menyatakan bahwa sistem
politik adalah merupakan alokasi
daripada nilai-nilai, dalam mana pengalokasian daripada nilai-nilai tadi
bersifat paksaan atau dengan kewenangan, dan pengalokasian yang bersifat
paksaan tadi mengikat masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Lebih jauh David
Eston menyatakan pula bahwa system politik dapat diperkenalkan sebagai
seperangkat interaksi yang diabstraksikan dari seluruh tingkah laku sosial,
melalui mana nilai-nilai tersebut dialokasikan secara otoritatif kepada
masyarakat.
Sebagai
ilustrasi, pada politik masa orde baru system politik mengarah kepada sistem
politik demokrasi pancasila yang
dilakukan melalui pendekatan stabil
dinamis. Stabil dalam arti bahwa proses pembangunan jangan sampai mengganggu
kestabilan kehidupan politik yang diperlukan untuk menyukseskan pembangunan
dibidang lainnya. Dinamis dalam arti bahwa kestabilan politik yang ada dan berlaku jangan sampai bergerak
ditempat, mandeg, tetap berada di jenis status quo, sehingga menghambat proses
pembangunan politik dari satu tahap ke tahap berikutnya. Hambatan-hambatan ini
harus dapat diminimaslisir dengan upaya-upaya pencapaian tujuan yang sebenarnya
harus dirancang sebelumnya untuk mencapai satu tujuan politik yang
diinginkan. Upaya pencapaian tujuan itu
bukanlah hal yang instan melainkan memerlukan perjalanan yang panjang dengan
berbagai penciptaan kondisi dan penyiapan kader
-kader sesuai dengan misi patria politik. Penyiapan kader-kader yang sesuai dengan
keinginan kelompok/partai politik
selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan sosialisais politik.
Sosialisasi politik ini melibatkan segala komponen yang ada didalam masyarakat
termasuk kelompok-kelompok kepentingan
yang memiliki signifikansi terhadap pencapaian tujuan.
Keberhasilan
suatu sosialisai politik merupakan keberhasilan suatu kondisi masyarakat,
artinya bahwa keberhasilan dalam sosialisasi politik sangat tergantung pada
kerjasama masyarakat itu sendiri dan kondisi sosial masyarakat. Elemen-elemen pembangun dan penggerak
kehidupan politik, memberikan sumbangan sesuai dengan kapasitasnya terhadap
terjadinya perubahan-perubahan yang terjadi dalam percaturan politik, terutama
dalam upaya kepemilikan kekuasaan yang akan menjadi agen perubahan system yang
ada. Kesemuanya itu dibangun untuk menciptakan dominasi satu kelompok atas
kelompok yang lain, dominasi adalah hal yang tidak bisa dibagi secara merata,
otomatis yang memilikinya adalah satu kelompok tertentu dan hal itu hanya bisa
dicapai dengan kemenangan politik. Pada prinsipnya sistim politik harus
menghimpun support dan menghilangkan demand.
Sifat
demikian bukanlah merupakan hal yang mudah melainkan memerlukan perjalanan yang
panjang dan melelahkan. bagaimana tidak berbagai upaya banyak dilakukan oleh
berbagai kelompok agar mampu memenangkan kekuasaan politik. Dalam konteks
negara kesatuan Republik Indonesia yang memiliki tingkat pluralisme yang
tinggi. Terdiri dari beribu – ribu pulau, berbagai macam suku Bangsa, ras, dan
agama yang tersebar diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan keanekaragaman tersebut merupakan dimensi – dimensi horizontal dari pada struktur
masyarakat Indonesia. Sementara itu dimensi vertikal struktur masyarakat
Indonesia yang menjadi semakin penting artinya dari waktu ke waktu, dapat
disaksikan dalam dalam bentuk semakin timbulnya polarisasi sosial berdasarkan
politik dan kekayaan. Support dan demand
bukanlah hal yang mudah untuk didapatkan dalam
menunjang kekhuasaan politik, kondisi pluralisem bangsa Indonesia
memerlukan perjuangan yang panjang dalam
mewujudkannya.
Dalam
konteks yang dikemukanan diatas, kepentingan akan sosialisasi politik merupakan bagian yang tidak
terpisakan dari kondisi masyarakat itu sendiri. Artinya bahwa kita sekarang
berbicara dengan konsep pluralisme dalam melakukan sosialisasi. Tentunya dalam
melakukan sosialisasi harus memiliki methode-methode tertentu yang menjadi
bagian dari sistem itu sendiri. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa
didalam sebuah sistem politik, selalu akan memiliki konsekwensi-konsekwensi yang penting bagi masyarakat, berupa
keputusan yang sifatnya otoritatif. Pada tahap selanjutnya konsekuensi seperti
hal inilah yang disebut dengan output. Dilain pihak untuk untuk dapat
bekerjanya suatu system sangat memerlukan adanya input.
Terkait
dengan hal diatas, terdapat dua jenis input didalam sebuah system politik,
yaitu input yang berupa tuntutan (demand) dan input yang berupa dukungan
(support). Kedua jenis input inilah yang akan memberikan bahan olahan yang
selanjutnya harus diproses didalam sebuah system politik, dan juga merupakan
energi atau bahan bakar yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup system
politik. Tanpa kedua dukungan ini maka system politik tidak dapat
menjalankan fungsinya.
Kondisi
demikian sangatlah mnungkin didapatkan dengan adanya sosialisasi politik kepada
publik sehingga mereka memiliki partisipasi politik. Semakin maju masyarakatnya maka semakin baik tingkat
partisipasi politiknya. Partisispasi
politik merupakan keterlibatan atau keikutsertaan seseorang atas satu kelompok
didalam kegiatan-kegiatan politik. Wadah partisipasi politik adalah
kelompok-kelompok kepentingan dan partai politik. Dengan demikian partisispasi politik berarti juga berkaitan dengan pola tingkah
laku masyarakat dalam rangka mempengaruhi jalannya suatu sistem politik. Dengan
adanya partisipasi politik, end result yang diharapkan dari kesemuanya itu
adalah suatu penyerapan terhadap nilai-nilai yang ada dari lingkungan sistem
maupun masyarakat kepada individu maupun terhadap masyarakat secara keseluruhan
yang berinteraksi dengan sistem dimaksud.
Semakin
baik sosialisasi politiknya maka akan semakin baik partisipasi politiknya. Dengan demikian keberhasilan politik berada
dalam satu mata rantai yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Proses
sosialisasi politik suatu bangsa berhubungan dengan sebuah kebudayaan politik.
Menurut Lucien Pye dan Sidney Verba, yang dimaksud dengan kebudayaan
politik adalah orientasi-orientasi
individu dan masyarakat, yang meliputi sikap-sikap dan nilai-nilainya yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, terhadap suatu sistem politik.
Oleh
karena itu sosialisasi politik merupakan salah satu fungsi dari system politik
yang harus dan wajib untuk dilakukan/dijalankan. Sosialisasi politik ini
memiliki fungsi untuk menetapkan dan memelihara sistem politik itu sendiri,.
Dengan kata lain proses ini dilakukan
untuk mendapatkan orientasi politik individu maupun masyarakat secara
umum – berkaitan dengan partisipasi politik yang mungkin dilakukan sebagai
hasil dari sosialisasi.
II. Permasalahan
Sosialisasi Politik mengandung arti
adanya penurunan/penerusan nilai-nilai dari satu kegenerasi ke generasi yang
lain-dari yang muda ke yang lebih tua demikian seterusnya, dengan end result
adanya pengertian dan partisipasi masyarakat. Dalam konteks ini menunjukan
adanya suatu proses pembelajaran sosial
selama proses sosialisasi. Sosialisasi terkait dengan upaya menurunkan nilai
dari individu kemasyarakat maupun sebaliknya. Sosialisasi politik dapat
dilakukan oleh agen-agen sosialisasi dalam masyarakat, sehingga yang menjadi
permasalahan adalah Siapakah yang dapat
menjadi agen-agen sosialisasi politik
dalam masyarakat di Indonesia ?
III. Kerangka
Pemikiran
Pengertian
sosialisasi politik Dennis kavanagh : Political Socialization is the term used
to discribe the process whereby the individual learns about and develops
orientations to politics . Pengertian sosialisasi diatas mengandung maksud bahwa sosialisasi
politik merupakan suatu proses dimana seseorang mempelajari dan menumbuhkan
pandangannya tentang politik yang dilakukan dengan berbagai cara di masyarakat.
Sosialisasi politik merupakan pewarisan nilai-nilai politik dari satu generasi
ke generasi lain, disosialisasikan melalui agen-agen sosialisasi. Sosialisasi
politik ini berperan dalam mengubah pertahanan dan bentuk budaya politik. Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam
melakukan sosialisasi politik di masyarakat yakni :
v
Sosialisasi
itu berjalan secara terus menerus selama hidup seseorang. Sikap-sikap terbentuk
selama masa kanak-kanak yang berlanjut hingga dewasa dalam upaya pemahaman
politik.
v
Sosialisasi
politik dapat berwujud transmisi dan pengajaran yang langsung maupun tidak
langsung. Sosialisasi politik secara langsung kalau melibatkan komunikasi informasi, nilai-nilai atau
perasaan-perasaan mengenai politik secara eksplisit.
Dalam
proses ini bukan hanya pandangan seseorang atau negara terhadap politik yang
dirubah melainkan juga bagaimana sebuah kebudayaan politik individu, masyarakat
atau negara juga dirubah. Tentu saja perubahan yang dimaksud tidak secara
gradual. Situasi sosialisasi yang dapat merubah kebudayaan politik apabila
suatu masyarakat atau negara mengalami perubahan yang revousioner dalam suatu
bentuk pengalaman kehidupan politik baru atau terdapat situasi yang terjadi
sangat berkaitan dengan kebudayaan/kebiasaan yang berbeda dengan situasi
sebelumnya. Sosialisaisi politik dalam
masyarakat dijalan kan oleh agen-agen sosialisasi pada umumnya yaitu : keluarga, sekolah, peer
gorup dan media massa.
Bab II
PEMBAHASAN
A.
Sosialisasi Politik
Dalam
konteks politik negara Indonesia dengan sistem demokrasi Indonesia yang
berdasarkan kepada demokrasi Pancasila. Secara langsung maupun tidak langsung
arah politik Indonesia mengarah kepada kandungan butir-butir yang terdapat
dalam Pancasila Itu sendiri. Kebudayaan Politik terbentuk sesuai dengan
Pancasaila sebagai bagian dari falsafah hidup pada masa orde baru. Sebagai
ilustrasi di awal-awal pendidikan pada tiap jenjang tertentu seperti sekolah
menengah pertama, menengah atas dan seterusnya, selalu dilakukan penataran P4
dan pendalaman/penghayatan terhadap pancasila itu sendiri. Secara khusus dalam
kurikulum-kurikulum pendidikan diberikan pelajaran yang khusus berkaitan dengan
itu.
Dalam
proses penyerapan nilai-nilai, harus terjadi komunikasi dua arah, antara
pemerintah dengan rakyat dan sebaliknya. Konsepnya, dalam penyerapan nilai yang
terjadi di Demokrasi Indonesia dilakukan dalam dua arah : Pertama, jalur
komunikasi yang terjadi secara top down - komunikasi dilakukan oleh pemerintah
dengan melakukan penurunan nilai-nilai politik kepada masyarakat.
Didalam
sistem politik demokrasi maka proses sosialisasi yang terjadi adalah penurunan
nilai-nilai pancasila kepada masyarakat dengan berbagai cara dan pola yang
telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan upaya tersebut masyarakat selanjutnya
mengerti dan memahami maksud dan tujuan Pancasila itu sendiri, selanjutnya
dengan pemahaman yang dimiliki oleh individu atau masyarakat, akan diaktualisasikan
dalam pola tingkah laku mereka sehari-hari. Aktualisasi dan agregasi
kepentingan yang dilakukan disesuaikan dengan nilai-nilai yang diserap dan
difahami oleh masyarakat. Jadi dengan demikian proses penyerapan nilai-nilai
poltik dalam politik Idonesia dapat diamati sebagai berikut : terjadi proses
penurunan nilai-nilai dari pemerintah dengan system yang ada dan terjadi
penyerapan nilai-nilai Pancasila oleh masyarakat Indonesia. Disamping itu terjadi pula proses pembelajaran
sosial dengan cara penyesuaian nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang
dikaitkan dengan pola tingkah laku politik individu atau masyarakat. Adaptasi terhadap nilai-nilai
tetap berlangsung selama ada upaya pembelajaran atau penurunan nilai-nilai dari pemerintah atau
dari masyarakat terhadap individu atau sebaliknya.
Hal
yang perlu diingat bahwa sosialisasi politik amat terkait dengan kebudayaan
politik yang juga pada akhirnya akan mempengaruhi partisipasi politik. Demikian
halnya partisispasi politik sangat dipengaruhi oleh Status Sosial Ekonomi (SEE)
seseorang. Bagi masyarakat Indonesia
yang mayoritas masih berada dalam kelompok SEE rendah dan kurang mampu untuk
membiayai pendidikan, tidak membawa pengaruh banyak terhadap perkembangan
terhadap orientasi politiknya kepada arah yang lebih baik. Dengan Sistuasi
demikian, kemungkinan yang akan terjadi adalah kebudayaan yang parokhial,
dimana individu tidak mengetahui sama sekali mengenai proses-proses politik
dari struktur maupun fungsi politik. Hal
itulah yang sekarang juga masih terjadi di Indonesia.
Dalam
penyerapan nilai-nilai, adalah merupakan hal yang wajar jika masih terdapat
upaya penyerapan nilai-nilai dari genarasi ke generasi dengan cara-cara yang
konvensional. Penyerapan terhadap nilai-nilai dengan kondisi masyarakat yang
demikian dilakukan dengan cara yang pelan-pelan serta memerlukan waktu yang
sangat panjang. Bagaimana mungkin seseorang dengan kebudayaan parokhial, dapat
menyerap nilai-nilai dengan baik tanpa mengerti apa yang harus dilakukan dengan
situasi yahg terjadi dalam perpolitikan Indonesia. Terdapat dua bentuk
pemikiran utama yang ingin disampaikan oleh nilai Pancasila kepada masyarakat
Indonesia yang majemuk dengan kompleksitas permasalahan sebagai sebuah bangsa,
yaitu pengembangan konsep kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan/perwakilan dan proses pengambilan keputusan berdasarkan
musyawarah dan mufakat.
Dalam
konsep yang pertama terkandung pemikiran bahwa tidak mungkin sebuah bangsa yang
demikian besar memiliki keterwakilan masing-masing untuk memeberikan pendapat
atau suara. Dengan jumlah penduduk yang demikian besar ada
kepentingan-kepentingan yang diakomodir untuk merefleksikan keinginan
masyarakat melalui perwakilan-perwakilan yang akan melakukan agregasi
kepentingan di lembaga-lembaga perwakilan. Nilai politik yang terkandung dalam
konsep diatas adalah bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat. Sedangkan nilai
politik yang terkandung dalam konsep yang kedua adalah, pertimbangan/keputusan
dilakukan dengan melakukan pemufakatan dari berbagai golongan masyarakat secara
minoritas maupun mayoritas yang hasilnya akan menjadi keputusan bersama. Dengan demikian sistim politik demokrasi
Indonesia berdasarkan kepada kedaulatan rakyat yang disalurkan melalui badan
konstitusiaoal rakyat tertinggi yakni MPR, didalamya terdapat DPR yang berisi
wakil-wakil rakyat dan badan-badan tinggi lainnya.
Jika
diamati, selama masa Orde baru sikap perwakilan tak sempat terwujud bahkan
masih diperdebatkan oleh publik politik. Cukup beralasan jika banyak kalangan
justru mempertanyakan peran dan fungsi parlemen Orde Baru : Absahkan parlemen
mengklaim diri sebagai wakil rakyat? maklum proses pembentukan dan eksistensi
Dewan itu selama masa Orde Baru dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip
keterwakilan [10].
Kedua,
jalur komunikasi secara bottom up – masyarakat dapat menyerap nilai-nilai
kemudian menyumbangkan nilai-nilainya
kepada sistem politik atau kepada masayaratnya sendiri. Mungkin saja
proses penyerapan tersebut tidak terjadi secara langsung melainkan ditampung kemudian
diteruskan kembali pada saat terjadinya proses sosialisasi. Dalam bagian ini
ide yang akan disampaikan adalah bahwa terjadi penurunan nilai-nilai akibat
adanya keinginan masyarakat terhadap perubahan situasi yang kemudian dihimpun
dan menjadi kebudayaan politik bangsa Indonesia. Perlu diperhatikan bahwa
penurunan nilai-nilai juga terjadi secara horizontal, antara individu dan
individu, individu dan masyarakat yang berimplikasi terhadap penurunan
nilai-nilai secara vertikal.
Agen-agen Sosialisasi Politik dalam Sistem Politik
Indonesia adalah merupakan
lembaga-lembaga yang sudah terinternalisasi dalam masyarakat. lembaga-lembaga tersebut adalah keluarga,
kelompaok bemain (peer group)/ kontak politik langsung, teman sekolah,
pekerjaan dan media masa. Seorang individu tersosialisasi di bidang politik
tidak hanya melalui satu sarana saja. Seorang individu dapat tersosialisasi
politik melalui berbagai macam sarana yang ada. Berbagai sarana yang ada itu
dapat dialami oleh seorang individu dalam proses sosialisasi secara
bersama-sama. Hal seperti ini sangatlah mungkin karena hidup seseorang tidak
hanya didalam suatu lingkungan yang tertentu saja, tetapi yang bersangkutan
juga hidup didalam berbagai lingkungan lainnya secara bersama-sama [11]. Gabriel Almond terdapat 6 sarana/agen
sosialisasi politik yaitu [12] :
a.
Keluarga
Keluarga adalah
merupakan kesatuan masyarakat yang terkecil, keluarga memegang peranan penting
dalam perkembangan kehidupan masyarakat itu sendiri. Signifikansi terjadi dalam
perkembangan anak secara fisik maupun mental. Hal ini mengandung maksud bahwa pendidikan paling
pertama yang didapatkan oleh anak adalah yang berasal dari keluarganya, apapun
bentuknya itu, akan berimplikasi positif atau negatif tergantung pada
sosialisasi yang terjadi dalam keluarga itu sendiri. Adalah hal yang natural bahwa perkembangan
manusia dimulai sejak lahir sudah
berhadapan dengan keluarga sebagai kelompok sosial yang pertama dihadapi.
Terdapat peranan yang melekat dalam sebuah kelompok sosial, yakni peranan
sebagai orang tua dan peranan sebagai anak.
Kedudukan
orang tua dalam sebuah keluarga memiliki peranan yang sangat penting, dalam
konteks ini orangtua memiliki kesempatan dan keharusan untuk menurunkan/
menstransmisikan nilai-nilai politik kepada anak-anaknya, pada kondisi itu
anak-anak dalam kondisi bebas nilai bahkan mungkin terjadi kekosongan nilai
sehingga terjadi kemudahan untuk
menerapkan nilai-nilainya.
Penurunan nilai-nilai politik yang dimaksudkan dalam tahap ini bukan
seperti pada konsep yang akan dipetik hasilnya seketika itu juga dan anak akan
mengerti, namun konteks ini merupakan sebuah penanaman akan suatu ajaran-ajaran
tertetu.
Sebagai
ilustrasi seorang anak yang berasal dari keluarga pegawai negeri, yang
pada jaman orde baru merupakan alat dan termasuk kedalam Golongan Karya, maka
bisa dipastikan bahwa anak dari keluarga tersebut juga akan tersosialisasi
dengan nilai-nilai yang terdapat dalam golongan karya. Banyak hal yang harus diperhatikan dalam
sosialisasi nilai-nilai dari orangtua kepada anaknya – diantaranya yang terkait
dengan Sistim Sosial Ekonomi sebuah keluarga. Bagaimanapun hal itu sangat
mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap nilai politik.
Didalam
keluarga pada tahap awal biasanya penurunan nilai-nilai tidak bersifat politis,
dalam situasi ini kebanyakan penurunan nilai-nilai lebih kepada ajaran mengenai
perilaku atau kaidah-kaidah yang harus dilakukan sebagai masyarakat pada
umumnya. Dalam konteks
masyarakat Indonesia, secara teoritis peranan keluarga didalam proses
sosialisasi politik juga tergantung kepada struktur dan keadaan keluarga itu
sendiri. Keadaan ekonomi yang rendah dan keluarga yang broken dapat
juga menjadi penghambat terjadinya sosialisasi. Jika Kita melihat kondisi
keluarga Indonesia yang masih memiliki angka tinggi berada dibawah garis
kemiskinan serta tingkat pendidikan yang rendah, akan sulit untuk menurunkan
nilai-nilai politik. Selanjutnya timbul pertanyaan, apakah keluarga tersebut
mampu menurunkan nilai-nilai poltik kepada anak-anaknya dengan benar dan baik
sehingga sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kita dapat berasumsi bahwa
kemiskinan secara pendidikan dan ekonomi juga akan miskin dalam menurunkan
ilmu-ilmu politik. Pewarisan nilai-nilai politik pada umumnya berbeda antar
keluarga satu dengan lainnya – pewarisan
– contohnya dalam keluarga yang
demokratis dan otokratis.
b.
Sekolah
Dalam
hubunganya dengan sosialisasi politik,
ada pendapat yang menyatakan bahwa pengaruh sekolah dalam sosialisasi dapat
dilaksanakan melalui 3 jalan/cara, yaitu :
Didalam
kelas, termasuk kurikulum formal, kehadiran didalam kelas, dan penurunan
nilai-nilai serta perilaku yang tidak disadari oleh guru didalam kelas.
Karakteristik
informal sekolah sebagai lingkungan sosial, organisasi pemuda yang bersifat
politik maupun non politik, dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai
bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Efek
pendidikan yang ditimbulkan dari ketertarikan didalamnya, mengenai informasi
didalamnya dan partisipasi dalam kegiatan politik.
Dalam konteks perkembangan anak, setelah mereka mendapatkan sosialisasi
dirumah, anak akan mendapatkan sosialisasi dilingkungan luarnya. Untuk
mendapatkan pendidikan diluar lingkungan keluarga maka selanjutnya anak akan
mendapatkan pendidikan disekolah. Dilingkungan sekolah seorang anak akan
mendapatkan pendidikan dan penurunan nilai-nilai politik secara langsung oleh
guru-guru mereka. Peranan sekolah sangat
besar dalam penurunan nilai-nilai. Disekolah, anak akan secara langsung anak
menemukan simbol-simbol nasional, seperti adanya bendera nasional,
pahlawan-pahlawan beserta pandangannya. Disekolah juga diajarkan mata
pelajaran-mata pelajaran yang
berhubungan dengan nilai-nilai politik bangsa Indonesia yakni poltik demokrasi
Pancasila, seperti pada tingat dasar, menengah dan atas diajarkan yang
berkaitan dengan Pendidikan Moral Pancasila. Pendidikan dan penurunan
nilai-nilai politik ini terus berjenjang sesuai dengan tingkat pendidikan agen
sosialisasi dan penerima sosialisasi.
c.
Kelompok bergaul atau bermain (peer
group) atau kontak-kontak politik langsung
Halnya
dalam kontak dengan politik langsung bagaimanapun juga positif pandangan
terhadap sistem politik yang telah ditanamkan oleh keluarga atau sekolah, akan
tetapi jika seorang warga negara diabaikan oleh partainya, ditipu oleh polisi,
menderita kelaparan tanpa mendapatkan pertolongan dan akhirnya disuruh masuk
wajib militer, pandangannya terhadap dunia politik sangat mungkin berubah.
Partai politk, kampanye pemilihan umum, krisis-krisis politik luar negeri dan
peperangan-peperangan, dan tanggapan agen-agen atau badan-badan pemerintah
terhadap tuntutan-tuntutan individu dan kelompok-kelompok dapat mempengaruhi
kesetiaan dan kesediaannya untuk patuh/tunduk pada hukum. Setiap orang tidak
melulu menghabiskan waktunya dengan keluarga, sekolah melainkan juga memiliki
lingkungan lain seperti lingkungan teman bermain atau bergaul.
Didalam
kelompok bermain atau bergaulpun nilai-nilai politik seseorang dapat terbentuk.
Didalam kelompok bermain atau bergaul dalam jenjang umur dan pendidikan akan
cenderung untuk menyesuaikan opininya dengan opini rekan-rekannya. Seorang yang
selalu berada dalam lingkungan yang sama dalam waktu yang terus menerus,
tentunya akan ada adaptasi lingkungan terhadap pola perilaku kelompok. Misalnya
seseorang selalu hidup dalam lingkungan peer group yang demokratis dan saling
menghargai pendapat serta perbedaan masing-masing individu. maka yang terjadi
adalah orang tersebut akan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian secara langsung maupun tidak langsung peer group mendorong seseorang
untuk menyesuaikan perilaku atau pandangan yang dianut oleh kelompoknya.
d.
Pekerjaan
Pembelajaran
dalam lingkungan pekerjaan akan memberikan pengalaman kepada masing-masing
individu dalam belajar berpolitik, karena pada dasarnya sebuah organisasi dapat
dijadikan wahana berlatih melakukan manajemen layaknya sebuah percaturan
politik. Organisasi formal maupun nonformal yang dibentuk atas dasar pekerjaan,
juga merupakan sarana dalam melakukan sosialisai politik. Seseorang memasuki
sebuah organisasi mayoritas didasarkan kepada kebutuhan atau ketertarikan
terhadap pemikiran atau gagasan-gagasan yang ada didalam organisasi tersebut.
Hal itu terjadi terutama Didalam organisasi ini lebih mengarah kepada
serikat-serikat buruh atau organisasi-organisasi kepentingan lainnya. Dalam lingkungan pekerjaan memberikan
kesadaran-kesadaran individu atau kelompok mengenai kemampuan dirinya dalam
mempengaruhi orang dan melakukan pengambilan suatu keputusan sesuai dengan
bidang tugas yang dijalankan.
e.
Media massa
Agen
sosialisasi politik yang lainnya adalah
media massa. Komponen agen ini dapat
menunjukan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki untuk diketahui oleh
khalayak. Sesuai dengan sifatnya yakni bersifat luas dan dapat dikonsumsi oleh
khalayak, media massa dapat menjadi sarana penyebaran informasi mengenai visi
yang ingin disampaikan oleh pemerintah kepada masyarakat dan masyarakat kepada
pemerintah.
Masyarakat
Pers Indonesia yang saat ini memiliki kebebasan pers, memiliki peluang untuk
menyampaikan informasi seluas-luasnya dan menyampaikan fakta pada khalayak.
Pers secara langsung maupun tidak langsung dapat menurunkan nilai-nilai politik
kepada masyarakat. Misalnya dalam perdebatan-perdebatan yang dilakukan oleh
para pakar di media elektronik atau media cetak dapat diserap dan menurunkan
nilai-nilai politik. Demikian halnya
dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam percaturan politik dapat
diketahui oleh media masa dan akan tersebar dengan cepat kepada masyarakat dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan politik negara dapat diketahui rakyatnya.
B.
Partisipasi
Politik
Partisipasi berasal dari bahasa Latin,
yang artinya "mengambil bagian". Dalam bahasa Inggris, partisipate
atau partisipation berarti mengambil bagian atau mengambil peranan. Partisipasi
politik berarti mengambil bagian atau mengambil peranan dalam aktivitas atau
kegiatan politik suatu negara.
Partisipasi
politik dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dilihat sebagai suatu
kegiatan, partisipasi politik dapat dibedakan menjadi partisipasi aktif dan
partisipasi pasif. Sementara itu dilihat dari kadar dan jenis aktivitasnya,
Milbrath dan Goel membedakan partisipasi politik dalam beberapa kategori,
yaitu: Apatis, Spektator, Gladiator, dan Pengeritik. Berbagai bentuk
partisipasi lainnya dikemukakan oleh beberapa ahli lainnya seperti Goel dan
Olsen, Huntington dan Nelson, dan penyusunannya lebih lengkap dan hirarkhis
dikemukakan oleh Rush dan Althoff.
Partisipasi
politik memiliki berbagai fungsi, di antaranya dikemukakan oleh Robert Lane,
yakni sebagai sarana pemenuhan kebutuhan ekonomis, penyesuaian diri, mengejar
nilai-nilai khusus, dan pemenuhan kebutuhan psikologis. Pendapat lain mengenai
fungsi partisipasi politik ini dikemukakan pula oleh Arbi Sanit.
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi partisipasi politik di antaranya adalah kesadaran politik,
apresiasi politik, modernisasi, status sosial ekonomi, media massa, kondisi
pemerintah dan pemimpin politik, kondisi lingkungan dan sebagainya.
Di Indonesia partisipasi politik
masyarakat dinilai relatif masih rendah. Karena itu perlu upaya peningkatan
partisipasi politik melalui pendidikan politik atau peningkatan fungsi-fungsi
institusi politik lain, termasuk peningkatan kondisi sosial ekonomi yang secara
langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap peningkatan partisipasi
politik masyarakat.
PEnutup
KESIMPULAN
Sistem
politik adalah merupakan interaksi
perpolitikan yang terjadi dalam masyarakat merdeka. Sosialisasi politik
merupakan salah satu fungsi dari sistem politik yang harus dijalankan untuk
menetapkan dan memelihara sistem politik itu sendiri. Berbagai cara dilakukan
untuk memelihara politik dan kekuasaan yang melekat didalamnya, diantaranya dengan melakukan
sosialisasi politik agar mendapat partisipasi politik masyarakat.
Sosialisasi
politik merupakan pewarisan nilai-nilai politik dari satu generasi ke generasi
lain, disosialisasikan melalui agen-agen sosialisasi. Sosialisasi politik juga
merupakan pewarisan nilai-nilai politik dari satu generasi ke generasi
lain. Sosialisasi politik dipengaruhi
oleh Status Sosial Ekonomi masyarakat pada suatu bangsa yang tentunya sangat
berpengaruh terhadap budaya politik suatu bangsa. Dalam hal ini yang menjadi
agen-agen sosialisasi politik dalam masyarakat adalah : keluarga, sekolah, peer group atau kelompok
kontak langsung, pekerjaan dan media masa.
Sosialisasi
politik berperan dalam mengubah pertahanan dan bentuk budaya politik. Dalam konteks politik negara Indonesia dengan
sistem demokrasi Indonesia yang berdasarkan kepada demokrasi Pancasila. Secara langsung maupun tidak langsung arah
politik Indonesia mengarah kepada kandungan butir-butir yang terdapat dalam
Pancasila Itu sendiri.
***
DAFTAR PUSTAKA
David Eston, A framework For Political Analysis, Prentice-Hall of India
Private Limited, New delhi, 1978.
Dennis Kavanagh, Political Culture,
The Macmillan Press Ltd., London,
1972.
Gabriel A. Almond, “ Political Socialization and Cultur” dan Political
Participation dalam Comparative Politics Today, Boston:Little, rown and
Company, 1974.
Haryanto, Sistem Politik Suatu
Pengantar, Yogyakarta, Liberty, 1982.
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakatra : Gramedia, 1977.
M. Margaret Conway and Frank B.
Feigert, Politial Analysis : An Introduction, Allyn and Bacon, Inc., Boston,
1972.
Gabriel A. Almond (ed.), Comparative Politics Today, Little, Brown and
Company, Boston, 1974.