Rabu, 27 Juni 2012

KOMUNIKASI POLITIK

,

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH SOSIOLOGI DAN POLITIK EKONOMI


KOMUNIKASI POLITIK






 











KELOMPOK  II

Junnaedy Muis                                  (1196140001)
A. Munawar                                      (1196140024)
Sri Mafirawati                                   (1196140048)
Nirmala                                             (1196140081)
Sandy Wananda                                (1196140030)
Ahmad Akbar                                   (1196140045)




JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
2012





KATA PENGANTAR
Bissmillahiahmanirahim
Assalamu ‘Alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok. Segala usaha dan upaya telah kami lakukan dalam rangka menyelesaikan tugas ini dengan sebaik mungkin. Makalah yang kami buat yakni tentang  Komunikasi Politi . Diharapkan dengan adanya makalah ini kita dapat lebih mengetahui tentang perkembangan komunikasi politik itu sendiri.
Disadari bahwa apa yang terdapat dalam makalah ini masih banyak kekurangan  dalam pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, diharapkan kepada para pembaca khususnya dosen penanggung jawab mata kuliah Sosiologi dan Politik Ekonomi yakni Dr. H. Thamrin Tahir, M.Si untuk memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini.
Kepada semua pihak yang telah berupaya membantu dalam menyempurnakan makalah ini sehingga layak untuk dipresentasikan, kami mengucapkan terimah kasih. Dan kami masih mengharapkan segala saran, kritik, dan umpan balik guna penyempurnaan makalah.

Makassar,     Mei  2012

Penulis





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ................................................................................. 2       
DAFTAR ISI ................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang  ................................................................................... 4
B.    Rumusan Masalah ............................................................................... 4
C.    Tujuan Penulisan ................................................................................. 5
D.   Manfaat Penulisan............................................................................... 5
BAB II  PEMBAHASAN
A.    Pengertian Politik ............................................................................... 6
B.     Komunikasi politik ............................................................................. 9
C.     Komunikator Profesional ................................................................... 11
D.    Aktivis ............................................................................................... 12
E.     Komunikator professional dalam politik............................................ 17
BAB III PENUTUP
  1. Kesimpulan  ....................................................................................... 22
  2. Saran .................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 23







BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Masyarakat menghadapi kelangkaan dan keterbatasan sumber-sumber, sehingga konflik timbul dalam proses penentuan distribusi.
Kelompok yang dominan dalam masyarakat ikut serta dalam proses pendistribusian dan pengalokasian sumber-sumber melalui keputusan politik sebagai upaya menegakkan pelaksanaan keputusan politik.
Pemerintah mengalokasikan sumber-sumber langka pada beberapa kelompok dan individu, tetapi mengurangi atau tak mengalokasikan sumber-sumber itu kepada kepada kelompok dan individu yang lain.
Ada tekanan terus menerus untuk mengalokasikan sumber-sumber yang langka.
Meluasnya tekanan-tekanan, maka kelompok atau individu yang mendapat keuntungan dari pola distribusi sumber yang ada berupaya keras untuk mempertahankan struktur yang menguntungkan.
Makin mampu penguasa meyakinkan masyarakat umum bahwa sistem yang ada memiliki keabsahan (legitimasi) maka makin mantap kedudukan penguasa dan kelompok yang diuntungkan dalam perjuangan mereka menghadapi golongan yang menghendaki perubahan.
Politik merupakan “the art of the possible” , banyak kebijakan ideal dimaksudkan untuk memcahkan persoalan yang dihadapi masyarakat ternyata hanya merupakan pemecahan yang semu, sebab sulit dilaksanakan dalam kenyataan.
Dalam politik tidak ada yang serba gratis.

B.Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang di atas , kami merumuskan permasalahan yang terkait dengan Komunikasi Politik :
1.      Bagaimana perkembangan komunikasi politik ?
2.      Apakah yang di maksud dengan Komunikator Profesional?
3.      Bagaimanakah bentuk Komunikator professional dalam politik ?

C.  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini,yaitu:
1.      Untuk mengetahui perkembangan komunikasi politik
2.      Untuk mengetahui yang di maksud dengan Komunikator Profesional?
3.      Untuk mengetahui bentuk Komunikator professional dalam politik ?

D.  Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah :
1.        Memperluas cara berfikir kita mengenai masalah-masalah yang ada di Indonesia terutama mengenai komunikasi politk.
2.        Sebagai media informasi dalam komunikasi politik.












BAB II
PEMBAHASAN
KOMUNIKASI POLITIK

A.    Pengertian
1.      Politik
Secara etimologis, politik berasal dari kata polis yang berarti negara kota pada zaman Yunani kuno. Dalam perkembangannya terdapat beberapa pengertian tentang politik.
Terdapat lima pandangan tentang politik:
Klasik. Politik adalah usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama. Aristotle (dalam The Politics, 1972) berpendapat bahwa urusan-urusan yang menyangkut kebaikan bersama memiliki moral yang lebih tinggi dari pada urusan-urusan yang menyangkut kepentingan swasta (kelompok masyarakat). Manusia merupakan makluk politik dan sudah menjadi hakekat manusia untuk hidup dalam polis (negara kota). Kebaikan bersama adalah kepentingan pemerintah, karena lembaga pemerintah dibentuk untuk menyelenggarakan kebaikan bersama.
            Kelembagaan. Politik adalah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintah. Gerth dan Wright Mill (dalam Essays in Sociology, 1961) mengatakan bahwa Weber mencirikan negara sebagai berikut:
1)      Terdiri dari berbagai struktur yang mempunyai fungsi yang berbeda, seperti jabatan, lembaga, yang semuanya memiliki tugas yang jelas batasnya.
2)      Kekuasaan . Negara memiliki kewenangan yang sah untuk membuat putusan final dan mengikat seluruh warga negara.Para pejabat mempunyai hak untuk menegakkan putusan itu, seperti menjatuhkan hukuman, menanggalkan hak milik.
3)      Kewenangan untuk menggunakan paksaan fisik hanya berlaku dalam batas-batas wilayah negara tersebut.
William Robson (dalam Political Science, 1954) mendefinisikan ilmu politik sebagai ilmu yang memusatkan perhatian pada perjuangan untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, mempengaruhi pihak lain, atau menentang pelaksanaan
Kekuasaan diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi. Fungsionalisme. Politik sebagai kegiatan merumuskan dan melaksanakan kebijakan umum. Harold Laswell (dalam Politics, 1972) menyatakan bahwa proses politik sebagai masalah siapa mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana?
1)      Medapatkan apa? …. Mendapatkan nilai-nilai
2)      Kapan? ….. Ukuran pengaruh yang digunakan untuk menentukan siapa akan mendapatkan nilai-nilai terbanyak.
3)      Bagaimana? …. Dengan cara apa seseorang mendapatkan nilai-nilai.
Nilai-nilai adalah hal-hal yang diinginkan, hal-hal yang dikejar manusia dengan derajad kedalaman upaya yang berbeda untuk mencapainya. Terdapat dua jenis nilai, yaitu a. nilai abstrak (prinsip-prinsip hidup yang dianggap baik, misal keadilan, kebebasan, demokrasi), dan b. nilai konkret yang berupa pangan, sandang, papan, fasilitas pendidikan, kesehatan, komunikasi, dll.
Nilai-nilai tersebut dirumuskan dalam dalam bentuk kebijakan umum yang dibuat dan dilaksanakan pemerintah. Menurut pendekatan ini, kegiatan mempengaruhi pemerintah dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan umum berarti mempengaruhi pembagian dan penjatahan nilai-nilai secara otoritatif untuk suatu masyarakat.
            Konflik. Politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan/atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting. Paul Conn (dalam Conflict and Decision Making, 1971) mengatakan bahwa kegiatan untuk mempengaruhi proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum tiada lain sebagai upaya untuk mendapatkan dan/atau mempertahankan nilai-nilai. Dalam memperjuangkan upaya tersebut sering kali terjadi perbedaan pendapat, perdebatan, persaingan, bahkan pertentangan yang bersifat fisik diantara berbagai pihak yang berupaya mendapatkan nilai-nilai dan mereka yang berupaya mempertahankan apa yang selama ini telah mereka dapatkan.

Asumsi-asumsi politik :
            Setiap masyarakat menghadapi kelangkaan dan keterbatasan sumber-sumber, sehingga konflik timbul dalam proses penentuan distribusi.
Kelompok yang dominan dalam masyarakat ikut serta dalam proses pendistribusian dan pengalokasian sumber-sumber melalui keputusan politik sebagai upaya menegakkan pelaksanaan keputusan politik.
Pemerintah mengalokasikan sumber-sumber langka pada beberapa kelompok dan individu, tetapi mengurangi atau tak mengalokasikan sumber-sumber itu kepada kepada kelompok dan individu yang lain.
Ada tekanan terus menerus untuk mengalokasikan sumber-sumber yang langka.
Meluasnya tekanan-tekanan, maka kelompok atau individu yang mendapat keuntungan dari pola distribusi sumber yang ada berupaya keras untuk mempertahankan struktur yang menguntungkan.
Makin mampu penguasa meyakinkan masyarakat umum bahwa sistem yang ada memiliki keabsahan (legitimasi) maka makin mantap kedudukan penguasa dan kelompok yang diuntungkan dalam perjuangan mereka menghadapi golongan yang menghendaki perubahan.
Politik merupakan “the art of the possible” , banyak kebijakan ideal dimaksudkan untuk memcahkan persoalan yang dihadapi masyarakat ternyata hanya merupakan pemecahan yang semu, sebab sulit dilaksanakan dalam kenyataan.
Dalam politik tidak ada yang serba gratis.
Peranan penting dimainkan manusia dalam proses politik, sebagai subyek politik atau menjadi obyek politik. Berangkat dari lima pendekatan dan asumsi-asumsi politik tersebut di atas dapatlah dirumuskan definisi politik yang lebih komprehensif, yaitu: Politik adalah hal-hal yang menyangkut interaksi pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Batasan-batasan definisi politik di atas adalah sebagai berikut:
a)      Interaksi, yaitu hubungan dua arah yang saling mempengaruhi.
b)      Pemerintah, yaitu semua lembaga yang menyelenggarakan tugas dan kewenangan negara.
c)      Masyarakat, yaitu seluruh individu dan kelompok sosial (organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan, organisasi kepentingan, dll.) yang berinteraksi dengan pemerintah.
d)     Proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik, yaitu kegiatan lembaga-lembaga pemerintah dan pejabatnya dalam membuat, melaksanakan dan menegakkan keputusan pemerintah.
Dalam hal ini kelompok-kelompok masyarakat dapat mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Keputusan politik menyangkut tiga hal, yaitu: a/ ekstratif, penyerapan sumber-sumber material dan manusia dari masyarakat; b/ distributif, distribusi dan alokasi sumber-sumber kepada masyarakat; c/ regulatif, pengaturan perilaku anggota masyarakat.

B.     Komunikasi Politik
Seperti definisi politik, definisi komunikasi politik juga terdapat keberagaman. Misal, Dan Nimmo mendefinisi komunikasi politik sebagai kegiatan komunikasi yang berdasarkan konsekuensi-konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia di dalam kondisi-kondisi konflik. Definisi ini menggunakan pendekatan konflik (baca: pandangan politik).
Roelofs (dalam Sumarno & Suhandi, 1993) mendefinisikan komunikasi politik sebagai komunikasi yang materi pesan-pesan berisi politik yang mencakup masalah kekuasaan dan penempatan pada lembaga-lembaga kekuasaan (lembaga otoritatif). Definisi ini menggunakan pendekatan kekuasaan dan kelembagaan (baca: pandangan politik).
            Dengan demikian, kita bisa mendefinisikan komunikasi politik berdasarkan pandangan politik (klasik, kekuasaan, kelembagaan, fungsionalis, atau konflik) yang kita gunakan/yakini. Untuk itu saya mengusulkan definisi komunikasi politik sebagai berikut: proses komunikasi yang menyangkut interaksi pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. (baca juga batasan-batasan definisi politiknya).

a)      Komunikasi Dalam Arti Sempit
            Setiap jenis penyampaian pesan, baik dalam bentuk lambang-lambang yang tertulis ataupun yang tidak tertulis, dalam bentuk kata-kata terucapkan, atau dalam bentuk isyarat yang dapat mempengaruhi secara langsung kedudukan seseorang yang ada dalam puncak suatu struktur kekuasaan dalam suatu sistem .
            Dalam konteks yang sempit (specific), komunikasi politik merupakan proses komunikasi yang berlangsung dalam suatu sistem politik, yakni interaksi yang terjadi di dalam sistem politik dan lingkungannya dan melibatkan struktur yang ada di dalamnya. Hal ini dapat dilihat dalam cuplikan acara Barometer di SCTV yang mengangkat tema “Pansus Bank Century, Kemana Akan Berunjung?”.
Menurut pendapat saya, cuplikan acara barometer termasuk dalam komunikasi politik dengan arti sempit karena hanya melakukan interaksi dengan orang-orang yang berada dalam suatu sistem politik. Peserta dalam acara tersebut yaitu : Gayus Lumbuun (Wakil Ketua Pansus century), Bambang Soesatyo (Anggota Pansus dari Fraksi Gerindra), Andi Rakhmat (Anggota Pansus dari Fraksi PKS), Benny K. Harman (Anggota Pansus dari Fraksi Demokrat), Sebastian Salang (Mewakili Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia / Formappi), dan Arbi Sanit (Pengamat Politik. Selain itu, penonton yang hadir dalam acara tersebut adalah mahasiswa dari ATMAJAYA dan Universitas Indonesia (UI).
Dalam acara Barometer di SCTV, mereka (para anggota fraksi dari berbagai partai politik) saling berinteraksi untuk membahas bagaimana proses berjalannya kasus Bank Century. Pengamat politik dan wakil dari Formappi juga memberikan pendapat tentang kinerja para anggota pansus Bank Century. Kemudian dalam acara tersebut juga terdapat mahasiswa yang merupakan kelompok penekan dalam suatu sistem politik. Sehingga, cuplikan acara tersebut dapat dikategorikan sebagai komunikasi politik dalam arti sempit.

b)      Komuniaksi Dalam Arti Luas
            Setiap jenis penyampaian pesan-pesan politik dari suatu sumber kepada sejumlah penerima, baik dalam bentuk kata-kata terucapkan atau dalam bentuk tertulis ataupun dalam bentuk lambang-lambang,
            Komunikasi politik dalam arti luas meliputi setiap bentuk penyampaian pesan politik, baik berupa lambang, kata-kata yang terucapkan ataupun tertulis, atau melalui pesan-pesan visual, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada sejumlah sasarannya. Tidak dipersoalkan siapa yang menjadi aktor dan saluran apa yang digunakan tetapi yang ditekankan adalah bahwa pesan yang digunakan adalah pesan-pesan politik.
Menurut pendapat saya, video tentang ”Hari Anti-Korupsi Penuntutan Penyelesaian Kasus Bank Century” merupakan gambaran komunikasi dalam arti luas. Dalam video tersebut berbagai lapisan masyarakat memberikan pesan politik baik secara lisan maupun tertulis. Sarana yang mereka gunakan pun bermacam-macam. Ada yang menggunakan spanduk, poster, meneriakan yel-yel dengan pengeras suara, membuat tulisan di karton berukuran besar, memakai ikat kepala yang terdapat tulisan pesan-pesan politik, membawa bendera, dan lain-lain. Semua itu mereka lakukan agar pesan-pesan politik sampai pada sasarannya.

C.    Komunikator Profesional
Jurnalis  Promotor
             Sebagai Jurnalis, komunikator profesional tugasnya memberikan informasi, memberikan penjelasan atau memberikan saran-saran tentang suatu kondisi politik tertentu.
            Sebagai Promotor, komunikator profesional bertindak sebagai sekretaris pers kepresidenan, sebagai pejabat departemen penerangan, pejabat Humas, atau dapat juga bertindak sebagai konsultan dalam kampanye politik, atau sebagai manajer kampanye politik dari salah seorang kandidat untuk jabatan-jabatan penting. Tugasnya antara lain mengajukan pokok-pokok program dari kelompok politik tertentu, atau dari suatu partai politik dan sejenisnya.
            Laswell (dalam Harsono. 1995:16) membagi komunikator politik menjadi : (a) Propagandis, (b) Pendukung Utama, dan (c) Rakyat Biasa. Jika dilihat dari pembagian yang lebih umum maka tipe komunikator politik itu akan meliputi tiga kategori :
Politikus/Politician (Pols)
Komunikator Profesional (Pros)
Aktivis (Vols)
Juru Bicara dari salah satu kelompok kepentingan (interest group) tertentu, baik kelompok kepentingan untuk umum maupun untuk pribadi.
Pemuka Pendapat (opinion leader), yaitu orang-orang yang dikategorikan dapat dipercaya, karena mempunyai kredibilitas tinggi, kepada siapa; teman, rekan sekerja atau kenalan tempat meminta pendapat dan saran-saran politik.

D.    Aktivis
Ada dua macam kredibilitas (Rogers, 1976),yaitu apa yang disebut competence credibility dan safety credibility. Dalam competence credibility, maka kredibilitas yang diperoleh seseorang karena ia dinilai memang ahli di dalam bidang yang dikomunikasikan. Sedangkan yang dimaksud dengan safety credibility adalah kredibilitas yang dimiliki seseorang karena ia dimata oang lain (dalam hal ini khalayaknya) tidak memiliki maksud-maksud untuk memanipulir orang lain atau akan menarik keuntungan pribadi dari apa yang dikatakannya atau apa yang dianjurkannya sebagai pemuka pendapat.
            Menurut Elihu Katz (dalam Harsono. 1997:17) ada dua tipe politikus, yaitu :
Wakil Rakyat, atau Partisan. Ciri-cirinya mencari prestise, kemudahan-kemudahan atau kekuasaan yang diperjuangkan oleh kelompok.
Ideolog, atau Policy Formulator. Ciri-cirinya memperjuangkan nilai-nilai seseorang di dalam memperjuangkan suatu perubahan pembaharuan secara revolusioner.
Komunikator profesional menurut Carey (dalam Harsono.1995:19) adalah :
Sebagai Jurnalis, tugasnya memberi saran -saran tentang kondisi politik tertentu.
Sebagai Promotor, bertindak sebagai ; sekretaris pers kepresidenan, konsultan politik pada masa pemilu presiden atau manajer kampanye politik.
            Sebagai Aktivis, bertindak sebagai juru bicara dari salah satu interest group serta pemuka pendapat.
Media komunikasi politik
         organisasi sebagai saluran
         kelompok sebagai saluran
         media massa sebagai saluran
         saluran-saluran khusus

E.     Posisi Media
MC Luhan “Medium is the extension of man” (media adalah sesungguhnya perpanjangan instrument indra manusia). Media ditempatkan sebagai alat untuk sarana akses informasi apapun dalam lingkunganmasyarakat, termasuk politik. “Medium is the message” (media adalah pesan itu sendiri). Dalam konteks politik yang dapat mempengaruhi khalayak, bukan hanya apa yang dikatakan media, tetapi media apa yang digunakan juga mempengaruhi keefektifan komunikasi politik.

a.       Jenis Media
• Media Massa Tradisional
Lebih mengutamakan komunikasi antar pribadi dengan model komunikasi dialogis atau reciprocal communication (komunikasi timbal balik).kedekatan dengan khalayak dilakukan secara psikologis dalam konteks komunikasi secara langsung.


• Media Massa Modern
Lebih mengutamakan teknologi komunikasi untuk memperluas jangkauan pesan dan pembentukan citra aktor politik meski tanpa komunikasi secara langsung.
b.      Karakteristik Media
• Media Massa Tradisional
 Berhadapan pada sejumlah besar orang pada waktu tertentu dan lokasi tertentu.
 Lebih dekat secara psikologis dengan khalayak untuk membangun loyalitas politik.
 Lebih murah secara ekonomis dalam pembiayaan.
 Lebih mengakomodasi budaya lokal yang ada.
 Pesan politik yang disampaikan lebih komperhensif (utuh).
 Lebih mampu saling mengenal antara khalayak dengan aktor politik karena bisa berkomunikasi secara langsung.
• Media Massa Modern
 Mampu menjangkau khalayak secara cepat dan luas.
 Pesan politik mudah direkayasa untuk membujuk khalayak (tidak ada feedback).
 Pesan politik cukup singkat dan tidak berkepanjangan.
 Bisa mengikuti trend kemajuan dan pola pikir khalayak
 Dapat dilakukan continue malalui terpaan media, sehingga mempengaruhi khalayak.
c)      Fungsi Media
• Fungsi Informasi. Media dijadikan sarana diseminasi informasi yang terkait dengan politik dengan kekuasaan, serta sosialisasi politik.
• Fungsi Edukasi. Media dijadikan sebagai sarana pendidikan politik melalui pesan-pesan politik yang disampaikan media.
• Fungsi Korelasi. Media dijadikan penghubung antara aktor politik dan khalayak melalui isi media yang berkaitan dengan aktivitas aktor poltik.
• Fungsi Kontrol Sosial. Media sebagai agen kritik atau koreksi terhadap aktor politik atau kegiatan politik.
• Fungsi Pembentukan Opini Publik berkaitan dengan Persoalan Politik.

d)     Peran Media
• Membantu pembentukan memori publik melalui penyampaian informasi yang menambah pengetahuan masyarakat.
• Membantu menyusun agenda kehidupan yang berhubungan dengan politik dan kepentingan umum.
• Membantu berhubungan dengan kelompok diluar dirinya (media menjadi mediasi antara aktor politik dengan aktor politik lainnya). Media dalam hal ini menjadi fasilitator.
• Membantu menyosialisasikan pribadi seseorang, termasuk nilai-nilai yang diajarkan oleh orang tersebut.
• Membujuk khalayak untuk menemukan kelebihan dari pesan-pesan politik yang diterima.
            Kompetensi yang harus dimiliki aktor politik dalam media
• Mampu membuat dirinya menjadi news maker di dalam media.
• Mampu merespon peristiwa atau kejadian di tengah masyarakat secara langsung, oleh karena itu harus melek media.
• Mampu membangun media relation yang baik dengan wartawan atau redaktur media sebagai komunikator politik yang professional.
Ketiga kompetensi tersebut dapat dilihat dari kinerja aktor politik.

Terjadi apabila sejumlah orang dalam masyarakat terlibat dalam suatu pergunjingan mengenai suatu masalah yang menarik perhatian mereka, tetapi bersifat  kontroversial, dalam artian di antara mereka ada yang pro dan ada yang kontra
            William Bauer mengungkapkanbahwa opini publik menurut sifatnya dapat diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu:
Opini publik statis : Opini ini dapat dilihat manifestasinya dalam bentuk kebiasaan, adat istiadat, tradisi atau norma-norma. Opini ini bersifat irasional sebagai suatu kesadaran kolektif yang banyak didapati di negara-negara agraris yang bersifat konservatif tradisional. 
F.     Opini bublik
            Opini ini sifatnya lebih rasional dan terbentuk karena seni persuasi yang berupa kegiatan publisitas yang sistematis dan kejadian yang terjadi waktu itu.
Sifat-sifat opini publik sesuai dengan pendapat sosiolog dikemukakan oleh Bogardus, seperti (1) pendapat umum mempunyai kelemah juga, seperti sifat tidak jelas, tidak tepat dan dirumuskan dalam kodifikasi; (2) pendapat umum tidak “hidup” tidak merupakan suatu pendapat; dan (3) pendapat umum adalah sederhana dalam metodenya, didorong oleh emosi nafsu manusia.
            Menurut Leonard Doob, opini publik itu sifatnya tetap latent (terpendam) baru memperlihatkan diri kalau terdapat konflik, kegelisahan atau frustasi. Pendapat terpendam (latent opinion) menunjukkan pada pengertian “sikap-sikap manusia” yang berhubungan dengan suatu isu. Sikap itu belum terkristalisasi dan mempengaruhi tingkah laku. Pikiran-pikiran individu yang dinyatakan disebut individual opinion dan akan menjadi public opinion ketika telah dinyatakan. Antara public opinion dan individual opinion memiliki hubungan erat, di mana orang menentukan sikapnya dan pendapatnya apabila dihadapkan pada persoalan serta membentuk opini publik. Mungkin salah satu pendapat telah tersebar, tetapi tidak dinyatakan maka terbentuklah internal public opinion dan setelah dinyatakan menjadi external public opinion. Perubahan tersebut terjadi karena kekuatan intensitas pendapat makin besar sehingga timbul kebutuhan untuk menyatakannya.
            Pertama, kewenangan politikus dalam berkomunikasi sebagai wakil suatu kelompok, pesannya mengajukan dan atau melindungi tujuan kepentingan politik atau memenuhi kepentingan kelompok. Kedua, politikus mempengaruhi orang lain, yakni bertindak dengan tujuan mempengaruhi orag lain dan mencegah perubahan opini agar keadaan-nya menguntungkan bagi semua pihak.
            Komunikator professional memainkan perannya baik dalam jaringan media massa maupun media khusus atau menghubungkan kantor-kantor pemerintahan dengan media.
            Unsur dasar dalam jaringan komunikasi politik adalah aparat formal pemerintahan, ia menduduki posisi dalam jaringannya. Masalah yang menimbulkan kontroversi di dalam masyarakat mengandung berbagai pendapat yang berbeda bahkan bertentangan ten-tang suatu isu. Perbedaan pendapat ini timbul karena adanya tiga hal, yaitu pertama, setuju atau tidak setuju terhadap fakta; kedua, perbedaan perkiraan tetapi, boleh tidak berbeda dalam pandangan; dan ketiga, mempunyai sumber yang berbeda.

·         Landasan Partisipasi Politik
            Landasan partisipasi politik adalah asal-usul individu atau kelompok yang melakukan kegiatan partisipasi politik. Huntington dan Nelson membagi landasan partisipasi politik ini menjadi: kelas – individu-individu dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa.  kelompok atau komunal – individu-individu dengan asal-usul ras, agama, bahasa, atau etnis yang serupa.  lingkungan – individu-individu yang jarak tempat tinggal (domisilinya) berdekatan.  partai – individu-individu yang mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintahan, dan  golongan atau faksi – individu-individu yang dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus antara satu sama lain, yang akhirnya membentuk hubungan patron-client, yang berlaku atas orang-orang dengan tingkat status sosial, pendidikan, dan ekonomi yang tidak sederajat.

·         Mode Partisipasi Politik
            Mode partisipasi politik adalah tata cara orang melakukan partisipasi politik. Model ini terbagi ke dalam 2 bagian besar: Conventional dan Unconventional. Conventional adalah mode klasik partisipasi politik seperti Pemilu dan kegiatan kampanye. Mode partisipasi politik ini sudah cukup lama ada, tepatnya sejak tahun 1940-an dan 1950-an. Unconventional adalah mode partisipasi politik yang tumbuh seiring munculkan Gerakan Sosial Baru (New Social Movements). Dalam gerakan sosial baru ini muncul gerakan pro lingkungan (environmentalist), gerakan perempuan gelombang 2 (feminist), protes mahasiswa (students protest), dan terror.

·         Bentuk Partisipasi Politik
            Merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik,  yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara, baik secara langsung atau tidak langsung dan dalam rangka mempengaruhi kebijakan pemerintah
    Antara pengaruh komunikasi dan bentuk-bentuk partisipasi, mampu membentuk preposisi yang berkaitan dengan :
Cognitive  affective ,Affective orientation, Konatif affect
            Jika mode partisipasi politik bersumber pada faktor “kebiasaan” partisipasi politik di suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan politik tersebut. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi politik menjadi:
            Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu; 
Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu; 
Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah; 
            Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan 
Tindakan Kekerasan (violence) – yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.
            Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah menjadi bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah masuk ke dalam kajian ini. Klasifikasi bentuk partisipasi politik Huntington dan Nelson relatif lengkap. Hampir setiap fenomena bentuk partisipasi politik kontemporer dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi mereka. Namun, Huntington dan Nelson tidak memasukkan bentuk-bentuk partisipasi politik seperti kegiatan diskusi politik, menikmati berita politik, atau lainnya yang berlangsung di dalam skala subyektif individu.
            Political Disaffection. Political Disaffection adalah istilah yang mengacu pada perilaku dan perasaan negatif individu atau kelompok terhadap suatu sistem politik. Penyebab utama dari political disaffection ini dihipotesiskan adalah media massa, terutama televisi. Hipotesis tersebut diangkat dari kajian Michael J. Robinson selama 1970-an yang mempopulerkan istilah “videomalaise”.
            Dengan banyaknya individu menyaksikan acara televisi, utamanya berita-berita politik, mereka mengalami keterasingan politik (political alienation). Keterasingan ini akibat melemahnya dukungan terhadap struktur-struktur politik yang ada di sistem politik seperti parlemen, kepresidenan, kehakiman, partai politik, dan lainnya. Individu merasa bahwa struktur-struktur tersebut dianggap tidak lagi memperhatikan kepentingan mereka. Wujud keterasingan ini muncul dalam bentuk sinisme politik berupa protes-protes, demonstrasi-demonstrasi, dan huru-hara. Jika tingkat political disaffection tinggi, maka para individu atau kelompok cenderung memilih bentuk partisipasi yang sinis ini.
            Political Efficacy. Political Efficacy adalah istilah yang mengacu kepada perasaan bahwa tindakan politik (partisipasi politik) seseorang dapat memiliki dampak terhadap proses-proses politik. Keterlibatan individu atau kelompok dalam partisipasi politik tidak bersifat pasti atau permanen melainkan berubah-ubah. Dapat saja seseorang yang menggunakan hak-nya untuk memiliki di suatu periode, tidak menggunakan hak tersebut pada periode lainnya. Secara teroretis, ikut atau tidaknya individu atau kelompok ke dalam bentuk partisipasi politik bergantung pada Political Political Efficacy ini.
            Pernyataan-pernyataan sehubungan dengan masalah Political Efficacy ini adalah: 
“Saya berpikir bahwa para pejabat itu tidak cukup peduli dengan apa yang saya pikirkan.” 
"Ikut mencoblos dalam Pemilu adalah satu-satunya cara bagaimana orang seperti saya ini bisa berkata sesuatu tentang bagaimana pemerintah itu bertindak.” 
“Orang seperti saya tidak bisa bicara apa-apa tentang bagaimana pemerintah itu sebaiknya.” 
“Kadang masalah politik dan pemerintahan terlalu rumit agar bisa dimengerti oleh orang seperti saya.” 
            Political efficacy terbagi 2 yaitu external political efficacy dan internal political efficacy. External political efficacy ditujukan kepada sistem politik, pemerintah, atau negara dan diwakili oleh pernyataan nomor 1 dan 3. Sementara internal political efficacy merupakan kemampuan politik yang dirasakan di dalam diri individu, yang diwakili peryataan nomor 2 dan 4. Dari sisi stabilitas politik, sebagian peneliti ilmu politik menganggap bahwa stabilitas politik akan lahir jika tingkat internal political efficacy rendah dan tingkat external political efficacy tinggi.















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Secara etimologis, politik berasal dari kata polis yang berarti negara kota pada zaman Yunani kuno. Dalam perkembangannya terdapat beberapa pengertian tentang politik.
Terdapat lima pandangan tentang politik:
Klasik. Politik adalah usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama. Aristotle (dalam The Politics, 1972) berpendapat bahwa urusan-urusan yang menyangkut kebaikan bersama memiliki moral yang lebih tinggi dari pada urusan-urusan yang menyangkut kepentingan swasta (kelompok masyarakat). Manusia merupakan makluk politik dan sudah menjadi hakekat manusia untuk hidup dalam polis (negara kota). Kebaikan bersama adalah kepentingan pemerintah, karena lembaga pemerintah dibentuk untuk menyelenggarakan kebaikan bersama.

SARAN
Menurut kelompok kami dengan adanya komunikasi politik kita dapat memahami dan mengetahui bagaimana sebenarnya perkembangan politik yang ada di Indonesia sehingga komunikasi politik sangat berperan penting karnena kita juga dapat bekerja sama dengan Negara lain yang saling menguntungkan dan saling belajar dengan perkembangannya di setiap tahun saran kami yaitu dengan cara mempertahankan dan meningkatkan komunikasi politik di Indonesia.




DAFTAR PUSTAKA

Kai Arzheimer, Political Efficacy, dalam Lynda Lee Kaid and Christina Holtz-Bacha,Encyclopedia ..., ibid., p.531-2. p. 579-80. 
Oscar Garcia Luengo, E-Activism New Media and Political Participation in Europe, (CONFines 2/4 agosto-diciembre 2006) 
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990) h. 9-10.



0 comments to “KOMUNIKASI POLITIK”

Posting Komentar

 

Inspirasi Pengusaha Muda Copyright © 2011 | Template design by O Pregador | Powered by Junnaedy Muis