TUGAS MAKALAH
MATA KULIAH SOSIOLOGI DAN POLITIK EKONOMI
KOMUNIKASI POLITIK
KELOMPOK
II
Junnaedy Muis (1196140001)
A. Munawar (1196140024)
Sri Mafirawati (1196140048)
Nirmala (1196140081)
Sandy Wananda (1196140030)
Ahmad Akbar (1196140045)
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
2012
KATA PENGANTAR
Bissmillahiahmanirahim
Assalamu ‘Alaikum Wr.
Wb.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok. Segala usaha dan upaya telah kami lakukan dalam rangka menyelesaikan tugas ini dengan sebaik mungkin. Makalah yang kami buat yakni
tentang Komunikasi Politi . Diharapkan
dengan adanya makalah ini kita dapat lebih mengetahui tentang perkembangan
komunikasi politik itu sendiri.
Disadari bahwa apa yang
terdapat dalam makalah ini masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu,
diharapkan kepada para pembaca khususnya dosen penanggung jawab mata kuliah
Sosiologi dan Politik Ekonomi yakni Dr. H. Thamrin Tahir, M.Si untuk memberikan
saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini.
Kepada semua pihak yang
telah berupaya membantu dalam menyempurnakan makalah ini sehingga layak untuk
dipresentasikan, kami mengucapkan terimah kasih. Dan kami masih mengharapkan
segala saran, kritik, dan umpan balik guna penyempurnaan makalah.
Makassar, Mei
2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL .................................................................................... 1
KATA
PENGANTAR ................................................................................. 2
DAFTAR
ISI ................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ................................................................................... 4
B.
Rumusan Masalah ............................................................................... 4
C.
Tujuan Penulisan
................................................................................. 5
D. Manfaat Penulisan............................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Politik ............................................................................... 6
B.
Komunikasi politik ............................................................................. 9
C.
Komunikator Profesional ................................................................... 11
D.
Aktivis ............................................................................................... 12
E.
Komunikator professional dalam politik............................................ 17
BAB
III PENUTUP
- Kesimpulan ....................................................................................... 22
- Saran .................................................................................................. 22
DAFTAR
PUSTAKA ................................................................................. 23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Masyarakat menghadapi kelangkaan dan
keterbatasan sumber-sumber, sehingga konflik timbul dalam proses penentuan
distribusi.
Kelompok yang dominan dalam masyarakat
ikut serta dalam proses pendistribusian dan pengalokasian sumber-sumber melalui
keputusan politik sebagai upaya menegakkan pelaksanaan keputusan politik.
Pemerintah mengalokasikan
sumber-sumber langka pada beberapa kelompok dan individu, tetapi mengurangi
atau tak mengalokasikan sumber-sumber itu kepada kepada kelompok dan individu
yang lain.
Ada
tekanan terus menerus untuk mengalokasikan sumber-sumber yang langka.
Meluasnya
tekanan-tekanan, maka kelompok atau individu yang mendapat keuntungan dari pola
distribusi sumber yang ada berupaya keras untuk mempertahankan struktur yang
menguntungkan.
Makin
mampu penguasa meyakinkan masyarakat umum bahwa sistem yang ada memiliki
keabsahan (legitimasi) maka makin mantap kedudukan penguasa dan kelompok yang
diuntungkan dalam perjuangan mereka menghadapi golongan yang menghendaki
perubahan.
Politik
merupakan “the art of the possible” , banyak
kebijakan ideal dimaksudkan untuk memcahkan persoalan yang dihadapi masyarakat
ternyata hanya merupakan pemecahan yang semu, sebab sulit dilaksanakan dalam
kenyataan.
Dalam
politik tidak ada yang serba gratis.
B.Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang di atas , kami merumuskan
permasalahan yang terkait dengan Komunikasi Politik :
1.
Bagaimana perkembangan komunikasi
politik ?
2. Apakah yang di maksud dengan Komunikator Profesional?
3.
Bagaimanakah bentuk
Komunikator professional dalam politik ?
C. Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini,yaitu:
1. Untuk
mengetahui perkembangan komunikasi politik
2. Untuk mengetahui yang di maksud dengan Komunikator Profesional?
3. Untuk mengetahui bentuk Komunikator professional dalam politik ?
D. Manfaat
Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah :
1.
Memperluas cara berfikir kita mengenai
masalah-masalah yang ada di Indonesia terutama mengenai komunikasi politk.
2.
Sebagai media informasi dalam komunikasi
politik.
BAB II
PEMBAHASAN
KOMUNIKASI POLITIK
A.
Pengertian
1. Politik
Secara
etimologis, politik berasal dari kata polis yang berarti negara kota pada zaman
Yunani kuno. Dalam perkembangannya terdapat beberapa pengertian tentang
politik.
Terdapat
lima pandangan tentang politik:
Klasik.
Politik adalah usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan
mewujudkan kebaikan bersama. Aristotle (dalam The Politics, 1972) berpendapat
bahwa urusan-urusan yang menyangkut kebaikan bersama memiliki moral yang lebih
tinggi dari pada urusan-urusan yang menyangkut kepentingan swasta (kelompok
masyarakat). Manusia merupakan makluk politik dan sudah menjadi hakekat manusia
untuk hidup dalam polis (negara kota). Kebaikan bersama adalah kepentingan
pemerintah, karena lembaga pemerintah dibentuk untuk menyelenggarakan kebaikan
bersama.
Kelembagaan. Politik adalah segala
hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintah. Gerth dan Wright Mill (dalam Essays in Sociology, 1961)
mengatakan bahwa Weber mencirikan negara sebagai berikut:
1) Terdiri dari berbagai struktur yang
mempunyai fungsi yang berbeda, seperti jabatan, lembaga, yang semuanya memiliki
tugas yang jelas batasnya.
2) Kekuasaan . Negara memiliki kewenangan
yang sah untuk membuat putusan final dan mengikat seluruh warga negara.Para pejabat mempunyai hak untuk menegakkan
putusan itu, seperti menjatuhkan hukuman, menanggalkan hak milik.
3) Kewenangan untuk menggunakan paksaan
fisik hanya berlaku dalam batas-batas wilayah negara tersebut.
William Robson (dalam Political
Science, 1954) mendefinisikan ilmu politik sebagai ilmu yang memusatkan
perhatian pada perjuangan untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan,
mempengaruhi pihak lain, atau menentang pelaksanaan
Kekuasaan diartikan sebagai kemampuan
mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak
yang mempengaruhi. Fungsionalisme. Politik sebagai kegiatan merumuskan dan
melaksanakan kebijakan umum. Harold Laswell (dalam Politics, 1972) menyatakan
bahwa proses politik sebagai masalah siapa mendapatkan apa, kapan, dan
bagaimana?
1) Medapatkan
apa? …. Mendapatkan nilai-nilai
2) Kapan?
….. Ukuran pengaruh yang digunakan untuk menentukan siapa akan mendapatkan
nilai-nilai terbanyak.
3) Bagaimana?
…. Dengan cara apa seseorang mendapatkan nilai-nilai.
Nilai-nilai
adalah hal-hal yang diinginkan, hal-hal yang dikejar manusia dengan derajad
kedalaman upaya yang berbeda untuk mencapainya. Terdapat dua jenis nilai, yaitu
a. nilai abstrak (prinsip-prinsip hidup yang dianggap baik, misal keadilan,
kebebasan, demokrasi), dan b.
nilai konkret yang berupa pangan, sandang, papan, fasilitas pendidikan,
kesehatan, komunikasi, dll.
Nilai-nilai
tersebut dirumuskan dalam dalam bentuk kebijakan umum yang dibuat dan
dilaksanakan pemerintah. Menurut pendekatan ini, kegiatan mempengaruhi
pemerintah dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan umum berarti
mempengaruhi pembagian dan penjatahan nilai-nilai secara otoritatif untuk suatu
masyarakat.
Konflik. Politik sebagai konflik
dalam rangka mencari dan/atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap
penting. Paul Conn (dalam Conflict and Decision Making, 1971) mengatakan bahwa
kegiatan untuk mempengaruhi proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum
tiada lain sebagai upaya untuk mendapatkan dan/atau mempertahankan nilai-nilai.
Dalam memperjuangkan upaya tersebut sering kali terjadi perbedaan pendapat,
perdebatan, persaingan, bahkan pertentangan yang bersifat fisik diantara
berbagai pihak yang berupaya mendapatkan nilai-nilai dan mereka yang berupaya
mempertahankan apa yang selama ini telah mereka dapatkan.
Asumsi-asumsi politik :
Setiap
masyarakat menghadapi kelangkaan dan keterbatasan sumber-sumber, sehingga
konflik timbul dalam proses penentuan distribusi.
Kelompok yang dominan dalam masyarakat
ikut serta dalam proses pendistribusian dan pengalokasian sumber-sumber melalui
keputusan politik sebagai upaya menegakkan pelaksanaan keputusan politik.
Pemerintah mengalokasikan
sumber-sumber langka pada beberapa kelompok dan individu, tetapi mengurangi
atau tak mengalokasikan sumber-sumber itu kepada kepada kelompok dan individu
yang lain.
Ada
tekanan terus menerus untuk mengalokasikan sumber-sumber yang langka.
Meluasnya
tekanan-tekanan, maka kelompok atau individu yang mendapat keuntungan dari pola
distribusi sumber yang ada berupaya keras untuk mempertahankan struktur yang
menguntungkan.
Makin
mampu penguasa meyakinkan masyarakat umum bahwa sistem yang ada memiliki
keabsahan (legitimasi) maka makin mantap kedudukan penguasa dan kelompok yang
diuntungkan dalam perjuangan mereka menghadapi golongan yang menghendaki
perubahan.
Politik
merupakan “the art of the possible” , banyak
kebijakan ideal dimaksudkan untuk memcahkan persoalan yang dihadapi masyarakat
ternyata hanya merupakan pemecahan yang semu, sebab sulit dilaksanakan dalam
kenyataan.
Dalam
politik tidak ada yang serba gratis.
Peranan
penting dimainkan manusia dalam proses politik, sebagai subyek politik atau
menjadi obyek politik. Berangkat dari lima pendekatan dan asumsi-asumsi politik
tersebut di atas dapatlah dirumuskan definisi politik yang lebih komprehensif,
yaitu: Politik adalah hal-hal
yang menyangkut interaksi pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama bagi
masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Batasan-batasan
definisi politik di atas adalah sebagai berikut:
a) Interaksi,
yaitu hubungan dua arah yang saling mempengaruhi.
b) Pemerintah,
yaitu semua lembaga yang menyelenggarakan tugas dan kewenangan negara.
c) Masyarakat,
yaitu seluruh individu dan kelompok sosial (organisasi kemasyarakatan,
organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan, organisasi kepentingan, dll.) yang
berinteraksi dengan pemerintah.
d) Proses pembuatan dan pelaksanaan
keputusan politik, yaitu kegiatan lembaga-lembaga
pemerintah dan pejabatnya dalam membuat, melaksanakan dan menegakkan keputusan
pemerintah.
Dalam hal ini kelompok-kelompok
masyarakat dapat mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan
politik. Keputusan politik menyangkut tiga hal, yaitu: a/ ekstratif,
penyerapan sumber-sumber material dan manusia dari masyarakat; b/ distributif,
distribusi dan alokasi sumber-sumber kepada masyarakat; c/ regulatif,
pengaturan perilaku anggota masyarakat.
B.
Komunikasi
Politik
Seperti
definisi politik, definisi komunikasi politik juga terdapat keberagaman. Misal,
Dan Nimmo mendefinisi komunikasi politik sebagai kegiatan komunikasi yang
berdasarkan konsekuensi-konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia di dalam
kondisi-kondisi konflik. Definisi ini menggunakan pendekatan konflik (baca:
pandangan politik).
Roelofs
(dalam Sumarno & Suhandi, 1993) mendefinisikan komunikasi politik sebagai komunikasi yang materi pesan-pesan
berisi politik yang mencakup masalah kekuasaan dan penempatan pada
lembaga-lembaga kekuasaan (lembaga otoritatif). Definisi ini menggunakan
pendekatan kekuasaan dan kelembagaan (baca: pandangan politik).
Dengan demikian, kita bisa
mendefinisikan komunikasi politik berdasarkan pandangan politik (klasik,
kekuasaan, kelembagaan, fungsionalis, atau konflik) yang kita gunakan/yakini.
Untuk itu saya mengusulkan definisi komunikasi politik sebagai berikut: proses komunikasi yang menyangkut interaksi pemerintah
dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang
mengikat tentang kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu
wilayah tertentu. (baca juga
batasan-batasan definisi politiknya).
a) Komunikasi Dalam Arti Sempit
Setiap jenis penyampaian pesan, baik
dalam bentuk lambang-lambang yang tertulis ataupun yang tidak tertulis, dalam
bentuk kata-kata terucapkan, atau dalam bentuk isyarat yang dapat mempengaruhi
secara langsung kedudukan seseorang yang ada dalam puncak suatu struktur
kekuasaan dalam suatu sistem .
Dalam
konteks yang sempit (specific), komunikasi politik merupakan proses komunikasi
yang berlangsung dalam suatu sistem politik, yakni interaksi yang terjadi di
dalam sistem politik dan lingkungannya dan melibatkan struktur yang ada di
dalamnya. Hal ini dapat dilihat dalam cuplikan acara Barometer di SCTV yang
mengangkat tema “Pansus Bank Century, Kemana Akan Berunjung?”.
Menurut pendapat saya, cuplikan acara
barometer termasuk dalam komunikasi politik dengan arti sempit karena hanya
melakukan interaksi dengan orang-orang yang berada dalam suatu sistem politik.
Peserta dalam acara tersebut yaitu : Gayus Lumbuun (Wakil Ketua Pansus
century), Bambang Soesatyo (Anggota Pansus dari Fraksi Gerindra), Andi Rakhmat
(Anggota Pansus dari Fraksi PKS), Benny K. Harman (Anggota Pansus dari Fraksi
Demokrat), Sebastian Salang (Mewakili Forum Masyarakat Peduli Parlemen
Indonesia / Formappi), dan Arbi Sanit (Pengamat Politik. Selain itu, penonton
yang hadir dalam acara tersebut adalah mahasiswa dari ATMAJAYA dan Universitas
Indonesia (UI).
Dalam acara Barometer di SCTV, mereka
(para anggota fraksi dari berbagai partai politik) saling berinteraksi untuk
membahas bagaimana proses berjalannya kasus Bank Century. Pengamat politik dan wakil
dari Formappi juga memberikan pendapat tentang kinerja para anggota pansus Bank
Century. Kemudian dalam acara tersebut juga terdapat mahasiswa yang merupakan
kelompok penekan dalam suatu sistem politik. Sehingga, cuplikan acara tersebut
dapat dikategorikan sebagai komunikasi politik dalam arti sempit.
b) Komuniaksi Dalam Arti Luas
Setiap jenis penyampaian pesan-pesan
politik dari suatu sumber kepada sejumlah penerima, baik dalam bentuk kata-kata
terucapkan atau dalam bentuk tertulis ataupun dalam bentuk lambang-lambang,
Komunikasi
politik dalam arti luas meliputi setiap bentuk penyampaian pesan politik, baik
berupa lambang, kata-kata yang terucapkan ataupun tertulis, atau melalui
pesan-pesan visual, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada sejumlah
sasarannya. Tidak dipersoalkan siapa yang menjadi aktor dan saluran apa yang
digunakan tetapi yang ditekankan adalah bahwa pesan yang digunakan adalah
pesan-pesan politik.
Menurut pendapat saya, video tentang
”Hari Anti-Korupsi Penuntutan Penyelesaian Kasus Bank Century” merupakan
gambaran komunikasi dalam arti luas. Dalam video tersebut berbagai lapisan
masyarakat memberikan pesan politik baik secara lisan maupun tertulis. Sarana
yang mereka gunakan pun bermacam-macam. Ada yang menggunakan spanduk, poster,
meneriakan yel-yel dengan pengeras suara, membuat tulisan di karton berukuran
besar, memakai ikat kepala yang terdapat tulisan pesan-pesan politik, membawa
bendera, dan lain-lain. Semua itu mereka lakukan agar pesan-pesan politik
sampai pada sasarannya.
C.
Komunikator Profesional
Jurnalis Promotor
Sebagai Jurnalis, komunikator profesional
tugasnya memberikan informasi, memberikan penjelasan atau memberikan
saran-saran tentang suatu kondisi politik tertentu.
Sebagai Promotor, komunikator profesional bertindak
sebagai sekretaris pers kepresidenan, sebagai pejabat departemen penerangan,
pejabat Humas, atau dapat juga bertindak sebagai konsultan dalam kampanye
politik, atau sebagai manajer kampanye politik dari salah seorang kandidat
untuk jabatan-jabatan penting. Tugasnya antara lain mengajukan pokok-pokok
program dari kelompok politik tertentu, atau dari suatu partai politik dan
sejenisnya.
Laswell (dalam Harsono. 1995:16)
membagi komunikator politik menjadi : (a) Propagandis, (b) Pendukung Utama, dan
(c) Rakyat Biasa. Jika dilihat dari pembagian yang lebih umum maka tipe
komunikator politik itu akan meliputi tiga kategori :
Politikus/Politician (Pols)
Komunikator Profesional (Pros)
Aktivis (Vols)
Juru
Bicara dari salah satu kelompok kepentingan (interest group)
tertentu, baik kelompok kepentingan untuk umum maupun untuk pribadi.
Pemuka
Pendapat (opinion leader), yaitu orang-orang yang
dikategorikan dapat dipercaya, karena mempunyai kredibilitas tinggi, kepada
siapa; teman, rekan sekerja atau kenalan tempat meminta pendapat dan
saran-saran politik.
D.
Aktivis
Ada dua macam kredibilitas (Rogers,
1976),yaitu apa yang disebut competence credibility dan safety
credibility. Dalam competence credibility, maka kredibilitas yang
diperoleh seseorang karena ia dinilai memang ahli di dalam bidang yang
dikomunikasikan. Sedangkan yang dimaksud dengan safety credibility
adalah kredibilitas yang dimiliki seseorang karena ia dimata oang lain (dalam
hal ini khalayaknya) tidak memiliki maksud-maksud untuk memanipulir orang lain
atau akan menarik keuntungan pribadi dari apa yang dikatakannya atau apa yang
dianjurkannya sebagai pemuka pendapat.
Menurut Elihu Katz (dalam Harsono. 1997:17)
ada dua tipe politikus, yaitu :
Wakil Rakyat, atau Partisan.
Ciri-cirinya mencari prestise, kemudahan-kemudahan atau kekuasaan yang
diperjuangkan oleh kelompok.
Ideolog, atau Policy Formulator.
Ciri-cirinya memperjuangkan nilai-nilai seseorang di dalam memperjuangkan suatu
perubahan pembaharuan secara revolusioner.
Komunikator profesional menurut Carey (dalam Harsono.1995:19)
adalah :
Sebagai Jurnalis, tugasnya memberi
saran -saran tentang kondisi politik tertentu.
Sebagai Promotor, bertindak sebagai ;
sekretaris pers kepresidenan, konsultan politik pada masa pemilu presiden atau
manajer kampanye politik.
Sebagai
Aktivis, bertindak sebagai juru bicara dari salah satu interest group serta
pemuka pendapat.
Media komunikasi politik
•
organisasi
sebagai saluran
•
kelompok
sebagai saluran
•
media
massa sebagai saluran
•
saluran-saluran
khusus
E.
Posisi Media
MC Luhan “Medium is the extension of
man” (media adalah sesungguhnya perpanjangan instrument indra manusia). Media
ditempatkan sebagai alat untuk sarana akses informasi apapun dalam
lingkunganmasyarakat, termasuk politik. “Medium is the message” (media adalah
pesan itu sendiri). Dalam konteks politik yang dapat mempengaruhi khalayak,
bukan hanya apa yang dikatakan media, tetapi media apa yang digunakan juga
mempengaruhi keefektifan komunikasi politik.
a. Jenis Media
• Media Massa Tradisional
Lebih mengutamakan komunikasi antar
pribadi dengan model komunikasi dialogis atau reciprocal communication
(komunikasi timbal balik).kedekatan dengan khalayak dilakukan secara psikologis
dalam konteks komunikasi secara langsung.
• Media Massa Modern
Lebih mengutamakan teknologi
komunikasi untuk memperluas jangkauan pesan dan pembentukan citra aktor politik
meski tanpa komunikasi secara langsung.
b. Karakteristik
Media
• Media Massa Tradisional
Berhadapan pada sejumlah besar orang pada
waktu tertentu dan lokasi tertentu.
Lebih dekat secara psikologis dengan khalayak
untuk membangun loyalitas politik.
Lebih murah secara ekonomis dalam pembiayaan.
Lebih mengakomodasi budaya lokal yang ada.
Pesan politik yang disampaikan lebih
komperhensif (utuh).
Lebih mampu saling mengenal antara khalayak
dengan aktor politik karena bisa berkomunikasi secara langsung.
• Media Massa Modern
Mampu menjangkau khalayak secara cepat dan
luas.
Pesan politik mudah direkayasa untuk membujuk
khalayak (tidak ada feedback).
Pesan politik cukup singkat dan tidak
berkepanjangan.
Bisa mengikuti trend kemajuan dan pola pikir
khalayak
Dapat dilakukan continue malalui terpaan
media, sehingga mempengaruhi khalayak.
c) Fungsi Media
• Fungsi Informasi. Media dijadikan
sarana diseminasi informasi yang terkait dengan politik dengan kekuasaan, serta
sosialisasi politik.
• Fungsi Edukasi. Media dijadikan
sebagai sarana pendidikan politik melalui pesan-pesan politik yang disampaikan
media.
• Fungsi Korelasi. Media dijadikan
penghubung antara aktor politik dan khalayak melalui isi media yang berkaitan
dengan aktivitas aktor poltik.
• Fungsi Kontrol Sosial. Media sebagai
agen kritik atau koreksi terhadap aktor politik atau kegiatan politik.
• Fungsi Pembentukan Opini Publik
berkaitan dengan Persoalan Politik.
d) Peran Media
• Membantu pembentukan memori publik
melalui penyampaian informasi yang menambah pengetahuan masyarakat.
• Membantu menyusun agenda kehidupan
yang berhubungan dengan politik dan kepentingan umum.
• Membantu berhubungan dengan kelompok
diluar dirinya (media menjadi mediasi antara aktor politik dengan aktor politik
lainnya). Media dalam hal ini menjadi fasilitator.
• Membantu menyosialisasikan pribadi
seseorang, termasuk nilai-nilai yang diajarkan oleh orang tersebut.
• Membujuk khalayak untuk menemukan
kelebihan dari pesan-pesan politik yang diterima.
Kompetensi yang harus dimiliki aktor politik
dalam media
• Mampu membuat dirinya menjadi news
maker di dalam media.
• Mampu merespon peristiwa atau
kejadian di tengah masyarakat secara langsung, oleh karena itu harus melek
media.
• Mampu membangun media relation yang
baik dengan wartawan atau redaktur media sebagai komunikator politik yang
professional.
Ketiga kompetensi tersebut dapat
dilihat dari kinerja aktor politik.
Terjadi apabila sejumlah orang dalam masyarakat terlibat dalam suatu
pergunjingan mengenai suatu masalah yang menarik perhatian mereka, tetapi
bersifat kontroversial, dalam artian di
antara mereka ada yang pro dan ada yang kontra
William Bauer mengungkapkanbahwa opini publik menurut sifatnya dapat diklasifikasikan dalam dua
jenis, yaitu:
Opini publik statis : Opini ini dapat dilihat manifestasinya
dalam bentuk kebiasaan, adat istiadat, tradisi atau norma-norma. Opini ini
bersifat irasional sebagai suatu kesadaran kolektif yang banyak didapati di negara-negara
agraris yang bersifat konservatif tradisional.
F.
Opini bublik
Opini ini sifatnya lebih rasional dan
terbentuk karena seni persuasi yang berupa kegiatan publisitas yang sistematis
dan kejadian yang terjadi waktu itu.
Sifat-sifat opini publik sesuai dengan pendapat sosiolog dikemukakan oleh Bogardus, seperti (1) pendapat umum mempunyai kelemah juga, seperti sifat tidak jelas, tidak tepat dan dirumuskan dalam kodifikasi; (2) pendapat umum tidak “hidup” tidak merupakan suatu pendapat; dan (3) pendapat umum adalah sederhana dalam metodenya, didorong oleh emosi nafsu manusia.
Sifat-sifat opini publik sesuai dengan pendapat sosiolog dikemukakan oleh Bogardus, seperti (1) pendapat umum mempunyai kelemah juga, seperti sifat tidak jelas, tidak tepat dan dirumuskan dalam kodifikasi; (2) pendapat umum tidak “hidup” tidak merupakan suatu pendapat; dan (3) pendapat umum adalah sederhana dalam metodenya, didorong oleh emosi nafsu manusia.
Menurut Leonard Doob, opini publik itu sifatnya tetap latent (terpendam)
baru memperlihatkan diri kalau terdapat konflik, kegelisahan atau frustasi.
Pendapat terpendam (latent opinion) menunjukkan pada pengertian “sikap-sikap
manusia” yang berhubungan dengan suatu isu. Sikap itu belum terkristalisasi dan
mempengaruhi tingkah laku. Pikiran-pikiran individu yang dinyatakan disebut
individual opinion dan akan menjadi public opinion ketika telah dinyatakan.
Antara public opinion dan individual opinion memiliki hubungan erat, di mana
orang menentukan sikapnya dan pendapatnya apabila dihadapkan pada persoalan
serta membentuk opini publik. Mungkin salah satu pendapat telah tersebar, tetapi
tidak dinyatakan maka terbentuklah internal public opinion dan setelah
dinyatakan menjadi external public opinion. Perubahan tersebut terjadi karena
kekuatan intensitas pendapat makin besar sehingga timbul kebutuhan untuk
menyatakannya.
Pertama,
kewenangan politikus dalam berkomunikasi sebagai wakil suatu kelompok, pesannya
mengajukan dan atau melindungi tujuan kepentingan politik atau memenuhi
kepentingan kelompok. Kedua, politikus mempengaruhi orang lain, yakni bertindak
dengan tujuan mempengaruhi orag lain dan mencegah perubahan opini agar
keadaan-nya menguntungkan bagi semua pihak.
Komunikator
professional memainkan perannya baik dalam jaringan media massa maupun media khusus atau
menghubungkan kantor-kantor pemerintahan dengan media.
Unsur
dasar dalam jaringan komunikasi politik adalah aparat formal pemerintahan, ia
menduduki posisi dalam jaringannya. Masalah yang menimbulkan kontroversi di
dalam masyarakat mengandung berbagai pendapat yang berbeda bahkan bertentangan
ten-tang suatu isu. Perbedaan pendapat ini timbul karena adanya tiga hal, yaitu
pertama, setuju atau tidak setuju terhadap fakta; kedua, perbedaan perkiraan
tetapi, boleh tidak berbeda dalam pandangan; dan ketiga, mempunyai sumber yang
berbeda.
·
Landasan Partisipasi Politik
Landasan
partisipasi politik adalah asal-usul individu atau kelompok yang melakukan
kegiatan partisipasi politik. Huntington dan Nelson membagi landasan
partisipasi politik ini menjadi: kelas – individu-individu dengan status
sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa. kelompok atau komunal –
individu-individu dengan asal-usul ras, agama, bahasa, atau etnis yang
serupa. lingkungan – individu-individu yang jarak tempat tinggal
(domisilinya) berdekatan. partai – individu-individu yang
mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha untuk
meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif
pemerintahan, dan golongan atau faksi – individu-individu yang
dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus antara satu sama lain, yang
akhirnya membentuk hubungan patron-client, yang berlaku atas orang-orang dengan
tingkat status sosial, pendidikan, dan ekonomi yang tidak sederajat.
·
Mode Partisipasi Politik
Mode partisipasi politik adalah tata
cara orang melakukan partisipasi politik. Model ini terbagi ke dalam 2 bagian
besar: Conventional dan Unconventional. Conventional adalah mode klasik
partisipasi politik seperti Pemilu dan kegiatan kampanye. Mode partisipasi
politik ini sudah cukup lama ada, tepatnya sejak tahun 1940-an dan 1950-an.
Unconventional adalah mode partisipasi politik yang tumbuh seiring munculkan Gerakan
Sosial Baru (New Social Movements). Dalam gerakan sosial baru ini muncul
gerakan pro lingkungan (environmentalist), gerakan perempuan gelombang 2
(feminist), protes mahasiswa (students protest), dan terror.
·
Bentuk Partisipasi Politik
Merupakan kegiatan seseorang atau
sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara,
baik secara langsung atau tidak langsung dan dalam rangka mempengaruhi
kebijakan pemerintah
Antara pengaruh komunikasi dan
bentuk-bentuk partisipasi, mampu membentuk preposisi yang berkaitan dengan :
Cognitive affective ,Affective orientation, Konatif
affect
Jika mode partisipasi politik
bersumber pada faktor “kebiasaan” partisipasi politik di suatu zaman, maka
bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan politik tersebut.
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi politik
menjadi:
Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan
pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses,
mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang
berusaha mempengaruhi hasil pemilu;
Lobby – yaitu upaya
perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud
mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu;
Kegiatan Organisasi –
yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun
pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah;
Contacting – yaitu upaya individu
atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna
mempengaruhi keputusan mereka, dan
Tindakan Kekerasan
(violence) – yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan
pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk
di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination),
revolusi dan pemberontakan.
Kelima bentuk partisipasi politik
menurut Huntington dan Nelson telah menjadi bentuk klasik dalam studi
partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau
kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu,
penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi
politik adalah masuk ke dalam kajian ini. Klasifikasi bentuk partisipasi
politik Huntington dan Nelson relatif lengkap. Hampir setiap fenomena bentuk
partisipasi politik kontemporer dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi mereka.
Namun, Huntington dan Nelson tidak memasukkan bentuk-bentuk partisipasi politik
seperti kegiatan diskusi politik, menikmati berita politik, atau lainnya yang
berlangsung di dalam skala subyektif individu.
Political Disaffection. Political Disaffection adalah istilah
yang mengacu pada perilaku dan perasaan negatif individu atau kelompok terhadap
suatu sistem politik. Penyebab utama dari political disaffection ini
dihipotesiskan adalah media massa, terutama televisi. Hipotesis tersebut
diangkat dari kajian Michael J. Robinson selama 1970-an yang mempopulerkan
istilah “videomalaise”.
Dengan banyaknya individu
menyaksikan acara televisi, utamanya berita-berita politik, mereka mengalami
keterasingan politik (political alienation). Keterasingan ini akibat melemahnya
dukungan terhadap struktur-struktur politik yang ada di sistem politik seperti
parlemen, kepresidenan, kehakiman, partai politik, dan lainnya. Individu merasa
bahwa struktur-struktur tersebut dianggap tidak lagi memperhatikan kepentingan
mereka. Wujud keterasingan ini muncul dalam bentuk sinisme politik berupa
protes-protes, demonstrasi-demonstrasi, dan huru-hara. Jika tingkat political
disaffection tinggi, maka para individu atau kelompok cenderung memilih bentuk
partisipasi yang sinis ini.
Political Efficacy. Political
Efficacy adalah istilah yang mengacu kepada perasaan bahwa tindakan politik (partisipasi
politik) seseorang dapat memiliki dampak terhadap proses-proses politik.
Keterlibatan individu atau kelompok dalam partisipasi politik tidak bersifat
pasti atau permanen melainkan berubah-ubah. Dapat saja seseorang yang
menggunakan hak-nya untuk memiliki di suatu periode, tidak menggunakan hak
tersebut pada periode lainnya. Secara teroretis, ikut atau tidaknya individu
atau kelompok ke dalam bentuk partisipasi politik bergantung pada Political
Political Efficacy ini.
Pernyataan-pernyataan sehubungan
dengan masalah Political Efficacy ini adalah:
“Saya berpikir bahwa
para pejabat itu tidak cukup peduli dengan apa yang saya pikirkan.”
"Ikut mencoblos
dalam Pemilu adalah satu-satunya cara bagaimana orang seperti saya ini bisa
berkata sesuatu tentang bagaimana pemerintah itu bertindak.”
“Orang seperti saya
tidak bisa bicara apa-apa tentang bagaimana pemerintah itu sebaiknya.”
“Kadang masalah
politik dan pemerintahan terlalu rumit agar bisa dimengerti oleh orang seperti
saya.”
Political
efficacy terbagi 2 yaitu external political efficacy dan internal political
efficacy. External political efficacy ditujukan kepada sistem politik,
pemerintah, atau negara dan diwakili oleh pernyataan nomor 1 dan 3. Sementara
internal political efficacy merupakan kemampuan politik yang dirasakan di dalam
diri individu, yang diwakili peryataan nomor 2 dan 4. Dari sisi stabilitas
politik, sebagian peneliti ilmu politik menganggap bahwa stabilitas politik
akan lahir jika tingkat internal political efficacy rendah dan tingkat external
political efficacy tinggi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Secara
etimologis, politik berasal dari kata polis yang berarti negara kota pada zaman
Yunani kuno. Dalam perkembangannya terdapat beberapa pengertian tentang
politik.
Terdapat
lima pandangan tentang politik:
Klasik.
Politik adalah usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan
mewujudkan kebaikan bersama. Aristotle (dalam The Politics, 1972) berpendapat
bahwa urusan-urusan yang menyangkut kebaikan bersama memiliki moral yang lebih
tinggi dari pada urusan-urusan yang menyangkut kepentingan swasta (kelompok
masyarakat). Manusia merupakan makluk politik dan sudah menjadi hakekat manusia
untuk hidup dalam polis (negara kota). Kebaikan bersama adalah kepentingan
pemerintah, karena lembaga pemerintah dibentuk untuk menyelenggarakan kebaikan
bersama.
SARAN
Menurut kelompok
kami dengan adanya komunikasi politik kita dapat memahami dan mengetahui
bagaimana sebenarnya perkembangan politik yang ada di Indonesia sehingga
komunikasi politik sangat berperan penting karnena kita juga dapat bekerja sama
dengan Negara lain yang saling menguntungkan dan saling belajar dengan
perkembangannya di setiap tahun saran kami yaitu dengan cara mempertahankan dan
meningkatkan komunikasi politik di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Kai Arzheimer, Political Efficacy, dalam Lynda
Lee Kaid and Christina Holtz-Bacha,Encyclopedia ..., ibid., p.531-2. p.
579-80.
Oscar Garcia Luengo, E-Activism New Media and Political
Participation in Europe, (CONFines 2/4 agosto-diciembre 2006)
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara
Berkembang, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990) h. 9-10.