VIVAnew
- Pemerintah mengungkapkan bahwa hingga semester I-2012, anggaran
subsidi bahan bakar minyak (BBM) mencapai Rp88,9 triliun atau 64,7
persen dari total yang ditetapkan pemerintah pada tahun ini sebesar
Rp137,4 triliun.
Bahkan, berdasarkan data Laporan Perekonomian Terkini yang diterima VIVAnews, Jumat 6 Juli 2012, Kementerian Keuangan memperkirakan pada semester II, realisasi anggaran subsidi BBM akan mencapai Rp127,9 triliun.
Bahkan, berdasarkan data Laporan Perekonomian Terkini yang diterima VIVAnews, Jumat 6 Juli 2012, Kementerian Keuangan memperkirakan pada semester II, realisasi anggaran subsidi BBM akan mencapai Rp127,9 triliun.
Artinya, jika ditambah
dengan semester I-2012 yang mencapai Rp88,9 triliun, hingga akhir tahun
ini subsidi BBM bisa menembus Rp216 tiliun, atau jebol sekitar Rp79,4
triliun.
Reforminer Institute
menilai, perkiraan akan jebolnya subsidi BBM pada tahun ini bukan hal
yang mengejutkan. Sebab, sejak pengajuan alokasi anggaran dalam
APBN-Perubahan 2012, pemerintah sudah salah hitung.
Wakil Direktur Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menjelaskan, seharusnya subsidi BBM yang diajukan pemerintah sebesar Rp180 triliun. Sementara itu, anggaran subsidi BBM, LPG, dan bahan bakar nabati dalam APBN-P 2012 hanya dianggarkan Rp137,4 triliun.
Wakil Direktur Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menjelaskan, seharusnya subsidi BBM yang diajukan pemerintah sebesar Rp180 triliun. Sementara itu, anggaran subsidi BBM, LPG, dan bahan bakar nabati dalam APBN-P 2012 hanya dianggarkan Rp137,4 triliun.
"Jelas akan jebol," ungkap Komaidi ketika dihubungi VIVAnews di Jakarta, Jumat 6 Juli 2012.
Dia memaparkan, angka Rp180 triliun muncul dengan perhitungan berapa subsidi yang harus dibayar pemerintah per liternya dikalikan kuota yang disediakan. Pada saat pembahasan anggaran subsidi dalam APBN-P 2012, harga keekonomian BBM bersubsidi mencapai Rp9.000 per liter.
Harga tersebut, Komaidi menjelaskan, jika dikalikan dengan kuota yang ditetapkan sebesar 40 juta kiloliter akan mencapai Rp180 triliun. Anggaran tersebut lah yang sesungguhnya dibutuhkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan subsidi BBM.
Namun, permasalahannya, menurut dia, dengan pertimbangan bahwa pemerintah berharap untuk menaikkan harga BBM pada saat itu, negara menghitung dengan mengurangi subsidi saat harga telah naik. "Pemerintah terlalu percaya diri, makanya, ya pasti jebol," tambahnya.
Pemerintah beralasan, Komaidi melanjutkan, realisasi rata-rata harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) menjadi salah satu penyebab jebolnya anggaran subsidi BBM pada tahun ini.
Dia menjelaskan, kondisi tersebut memang menjadi salah satu penyebab, tapi bukan faktor utama yang menjadi pemicu. Melainkan, masih ada dua faktor lainnya yang harus diperhatikan, yaitu kurs mata uang rupiah dan kuota penggunaan BBM bersubsidi.
Dia memaparkan, angka Rp180 triliun muncul dengan perhitungan berapa subsidi yang harus dibayar pemerintah per liternya dikalikan kuota yang disediakan. Pada saat pembahasan anggaran subsidi dalam APBN-P 2012, harga keekonomian BBM bersubsidi mencapai Rp9.000 per liter.
Harga tersebut, Komaidi menjelaskan, jika dikalikan dengan kuota yang ditetapkan sebesar 40 juta kiloliter akan mencapai Rp180 triliun. Anggaran tersebut lah yang sesungguhnya dibutuhkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan subsidi BBM.
Namun, permasalahannya, menurut dia, dengan pertimbangan bahwa pemerintah berharap untuk menaikkan harga BBM pada saat itu, negara menghitung dengan mengurangi subsidi saat harga telah naik. "Pemerintah terlalu percaya diri, makanya, ya pasti jebol," tambahnya.
Pemerintah beralasan, Komaidi melanjutkan, realisasi rata-rata harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) menjadi salah satu penyebab jebolnya anggaran subsidi BBM pada tahun ini.
Dia menjelaskan, kondisi tersebut memang menjadi salah satu penyebab, tapi bukan faktor utama yang menjadi pemicu. Melainkan, masih ada dua faktor lainnya yang harus diperhatikan, yaitu kurs mata uang rupiah dan kuota penggunaan BBM bersubsidi.
"Kebetulan dalam konteks saat ini, ketiga-tiganya gerak, jadi dampaknya sangat besar," kata Komaidi.
Menurut Komaidi, pada tahun ini tidak ada solusi konkret jangka pendek yang bisa dilakukan pemerintah guna meredam terjadinya kondisi tersebut. Namun, itu bisa dihindari jika pemerintah merevisi APBN-P kedua kalinya guna penambahan kuota BBM bersubsidi. "Tentunya mereduksi anggaran lainnya," tuturnya. (art)
Menurut Komaidi, pada tahun ini tidak ada solusi konkret jangka pendek yang bisa dilakukan pemerintah guna meredam terjadinya kondisi tersebut. Namun, itu bisa dihindari jika pemerintah merevisi APBN-P kedua kalinya guna penambahan kuota BBM bersubsidi. "Tentunya mereduksi anggaran lainnya," tuturnya. (art)